Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan seru
sekalian alam. Shalawat dan salam semoga
dilimpah-curahkan kepada baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
beserta keluarga dan para Sahabat-nya, serta bagi Ummatnya sampai akhir zaman.
Amma ba’du
Sejak tahun 1990-an
bermunculan gerakan-gerakan dakwah di Indonesia ini, sebagiannya berasal dari
dalam negeri (contohnya Pesantren Hidayatullah, Pesantren Daarut Tauhid)
sebagian berasal dari luar negeri, misalnya Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin
atau IM, dari Mesir), Hizbut Tahrir (HT, dari Yordania), Jamaah Tabligh (JT,
dari India), Salafi (dari Saudi), dst. Munculnya jamaah-jamaah dakwah tersebut
membuat suasana dakwah menjadi semarak, banyak kajian-kajian, muncul buku-buku
sama majalah, banyak akhwat yang memakai jilbab (sampai cadar). Senangnya hati ini karena munculnya
ghirah keislaman yang menggelora.
Tapi dari kesemua itu,
ada satu kelompok yang tampaknya paling unik/paling beda. Ia terlihat paling
aktif membahas kesalahan-kesalahan kelompok-kelompok Islam lain. Jikalau
pembaca bertanya ke mereka soal kesesatan IM, atau kesesatan JT, atau kesesatan
HT, dijamin pembaca akan menemukan banyak kritikan-kritikan mereka. Kritikan
itu kadang-kadang masih ditambahi sikap mencela, sikap menghakimi, menggelari
buruk-buruk, memberi peringatan kerasnya (tahdzir-an), menjauhi.
Kelompok-kelompok Islam nyaris tidak ada yang selamat dari kritikannya, malah
kadang diolok-olok dan dihina secara tidak berakhlak.Siapakah mereka, ya ikhwan
? Siapa lagi kalau bukan suatu kaum yang menamai dirinya Salafi atau
Salafiyun.
Mereka mengakunya tidak
berpartai, tidak punya organisasi, tidak berjamaah. Soal benar tidaknya, nanti
kita buktikan sama-sama. Kelompok Salafi ini merasa dirinya sebagai “pewaris
sah” Salafus Soleh RA; Merasa dirinya paling mengikuti Sunnah; Merasa dirinya
paling bebas dari fanatik dan golongan; Merasa dirinya golongan paling selamat (firqoh al najiyyah),
golongan yang ditolong (tho’ifah
al mansurah); Merasa dirinya 1 firqoh selamat, sementara lainnya
masuk 72 firqot yang dijanjikan masuk neraka.
Sebelum ini Umat Islam
cuma jadi obyekan kritik dari Salafi, tidak banyak yang berani membalas,
apalagi sampai menyerang pemahaman mereka. Tapi orang-orang yang sudah gemes
sama kelompok ini semakin banyak, mereka datang dari macam-macam golongan. Pelan-pelan
mulai muncul kritikan-kritikan yang dialamatkan ke kelompok SALAFI ini.
Kritikan tajam mulai
digoreskan oleh Al Ustadz Farid Nu’man, seorang dai Jamaah Tarbiyah/IM dari
Jakarta. Ustadz Farid Nu’man
membela tokoh-tokoh IM yang jadi obyek kritikan Salafiyun. Buku Al Ustadz Farid
Nu’man judulnya Al Ikhwanul Al Muslimun:
Anugerah Allah yang Terdzalimi. Sampai juga muncul buku lain
yang judulnya Dakwah Salafiyah Dakwah
Bijak: Meluruskan Sikap Keras Dai Salafi, yang digoreskan oleh
Al Ustadz Abu Abdirrahman Al Thalibi. Buku terakhir ini menyentak para aktivis
dakwah Islam di Indonesia sebab penulisnya secara transparan menguliti
kesalahan-kesalahan kaum Salafi yang dulunya bergabung di Laskar Jihad dengan
memakai sumber tulisan-tulisan mereka sendiri. Ada yang bilang buku itu sempat
best seller. Masyarakat pembaca
buku makin tertarik setelah terbit buku yang berjudul Siapa
Teroris Siapa Khawarij hasil
goresan Al Ustadz Abduh Zulfidar Akaha. Buku terakhir ini menambah daftar
panjang kritikan buat Salafi. Masyarakat dakwah makin “kepanasan” setelah
beredar VCD bedah buku Siapa Teroris Siapa Khawarij itu. Rasanya lengkap sudah ya
kritikan-kritikan buat Salafiyun.
The last (maybe not
real “the last”), terbit buku baru hasil goresan Al Ustadz Al Thalibi lagi yang
judulnya sama dengan judul buku pertama, yakni Dakwah
Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan. Melihat judulnya
saja kita menyangka disitu banyak perdebatan-perdebatan, nyatanya memang
begitu. Di buku itu Al Ustadz Al Thalibi berjibaku menjawab tuduhan-tuduhan
ustadz-ustadz Salafiyun yang dialamatkan ke dia. Perdebatan-perdebatannya seru,
jawab-menjawab, tuduhan-tangkisan, argumen-argumen saling beradu. Rasanya
kepala kita panas banget kalau mengikuti liku-liku perdebatannya. Banyak yang
tak terduga. Kalau melihat bobot tuduhan ustadz Salafi, rasanya sulit bisa
mengelak tapi Al Ustadz Al Thalibi bisa menjawabnya juga. Sangat menarik, insya
Allah buat teman-teman aktifis Islam banyak manfaatnya buat yang mau menyelami
arus perdebatan pemikiran dan seninya beda pendapat dengan orang lain.
Jika ditimbang-timbang,
banyak ikhwan-akhwat yang tidak tahu duduk perkara pemahaman-pemahaman Salafi
ini, apalagi di internet-internet ikhwan Salafiyun aktif sekali menyebarkan
paham plus bantahan-bantahan. Tapi kami memandang kelompok Salafi ini memiliki
sekian penyimpangan paham yang harus diingatkan, kami mendukung
kritikan-kritikan membangun ke mereka, selagi tidak asal comot dan main emosi.
Kami sepakat dengan Al Ustadz Al Thalibi yang menarik kesimpulan kalau Salafi
itu sebenarnya kelompok hizbiyyah.
Bila pembaca mau yang
lengkap dan original cari saja bukunya, Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak
II: Menjawab Tuduhan, sudah beredar di toko-toko. GPK-Salafi
cuma mengambil nukilan-nukilan penting yang sekiranya perlu diketahui bersama.
Ini jadi pelajaran juga
buat Salafi, sebab mereka aktif mengkritik orang lain tapi tidak mau buka
telinga mendengar kritikan orang lain. Kami sarankan kalau Salafi memang merasa
paling benar, lihatlah buku Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak
II: Menjawab Tuduhan itu. Disamping itu sekarang semakin banyak
juga yang menanggapi kritikan dan membikin buku yang isinya memaparkan siapa
itu Salafi yang sebenarnya.
Contoh nukilan
pandangan Al Ustadz Al Thalibi, yakni:
Luqman Ba’abduh
menulis: “Ikhwanul Muslimin adalah suatu kelompok yang memprioritaskan gerak
da’wahnya dalam rangka mewujudkan persatuan kaum muslimin di atas
segala-galanya. Sehingga kelompok ini tidak
menghiraukan berbagai praktik kekufuran, kebid’ahan, dan kesesatan yang tumbuh
subur di tengah-tengah kaum muslimin.”
Komentar: Kalimat yang ditebalkan dari kutipan
di atas merupakan bentuk tuduhan Luqman Ba’abduh terhadap Ummat Islam di
seluruh dunia. Dia tidak merinci secara jelas
praktik kekufuran apa yang tumbuh subur di tengah-tengah kaum Muslimin, dimana
letaknya, serta bagaimana reaksi Ummat terhadapnya? Bahkan kekufuran itu pun
masih ditambah dengan kebid’ahan dan kesesatan, padahal di antara bid’ah dan
kesesatan itu ada yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Negara seperti
Arab Saudi sendiri tentu masuk ke dalam kalimat “di tengah-tengah kaum
muslimin”.
Dengan bukti seperti
ini, sebenarnya Luqman Ba’abduh telah melakukan pengkafirkan Ummat Islam secara
global. Seharusnya, Luqman Ba’abduh mensyukuri nikmat Allah atasnya, bahwa dia
dilahirkan di negeri Muslim, hidup berdampingan dengan Ummat Islam, serta
pernah menimba kebaikan dari kaum Muslimin. Sangat tidak layak dia menulis
kalimat seperti itu.
Jika benar apa yang
dikatakan Luqman Ba’abduh bahwa di tengah-tengah kaum Muslimin tumbuh subur
kekufuran, maka di wilayah mana fenomena kekufuran itu merajalela? Di Arab
Saudi? Di Yaman? Atau Indonesia? Jika Luqman Ba’abduh menyebut Indonesia,
berarti dia selama ini hidup di lingkungan yang tumbuh subur kekafiran di
dalamnya. Sungguh, Ummat Islam bisa sangat kesal atas klaim sok suci yang
diperlihatkan oleh manusia satu ini. Seolah-olah hanya dirinya yang hidup
muslimah, sedang orang lain hidup di tengah-tengah kekufuran yang tumbuh-subur. Na’udzubillah wa na’udzubillah min
dzalik.
Seandainya di tengah
Ummat ini ada praktik kemusyrikan,
apakah tidak ada pihak-pihak Ummat Islam yang berusaha memperbaiki keadaan itu?
Apakah hanya Luqman Ba’abduh dan kawan-kawan Salafi saja yang peduli? Jika mereka
benar-benar bertanggung-jawab, apa yang telah mereka lakukan untuk memperbaiki
keadaan? Apakah mereka pernah membongkar kuburan-kuburan di masjid? Apakah
mereka pernah membubarkan acara ‘Larung’ di Pantai Selatan? Apakah mereka telah
membersihkan para dukun-dukun dan tukang sihir dari negeri ini? Apakah mereka
telah memusnahkan pusaka, jimat, haikal, rajah, dst. dari rumah-rumah Muslimin?
Apakah mereka telah berjuang untuk menghentikan acara-acara mistik di TV-TV?
Apa jawaban mereka?
Paling-paling mereka akan berkata, “Oh ya, kami telah memerangi syirik dengan
cara setiap saat berkumpul di majlis taklim, membahas dan diskusi kitab-kitab
tauhid karya para ulama ahli ilmu.” Ketika didesak amalan kongkret, lebih dari
sekedar duduk-duduk di majlis ilmu, mereka berkilah, “Ya, kami bertakwa kepada
Allah sekuat kesanggupan kami. Kalau belum mampu berbuat, ya sabar dulu!” Laa
quwwata illa billah. Klaim mereka telah melesat ‘setinggi langit’, tetapi
ketika ditanya soal tanggung-jawab kongkret, jawabannya selalu itu-itu saja.
Maraji’: Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II:
Menjawab Tuduhan, Al Hujjah Press, Jakarta Timur, cetakan I April 2007, hlm.
100-101.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Istirahatkan hatimu sesaat-sesaat,
karena hati itu kalau terus dipaksa akan menjadi buta”. Nasehat ini penting direnungkan,
ternyata sesuatu itu kalau dipaksa-paksa jelek hasilnya. Termasuk merasa shaleh
dengan menyandangan gelar Salafi, tidak tahunya hatinya rusak karena terjerumus
TAKFIR kepada Umat Islam secara global.
BEGINILAH PANUTAN SALAFI
Ada cerita soal Abu
Ihsan Al Atsari, seorang ustadz Salafi yang sering menulis di majalah As Sunnah
Surakarta.
Penerbit At Tibyan Solo
pernah menerbitkan buku ringkas yang judulnya At Tibyan juga, karangan Syaikh
Sulaiman Nashir Al Ulwan, seorang ulama yang disegani di Saudi. Buku At Tibyan
itu membahas soal sebab-sebab yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam.
Salah satu poin yang ditulis Syaikh Sulaiman Al Ulwan soal pembatal keislaman
seseorang yakni: Berhukum dengan selain hukum
Allah.
Buku itu bagus, seperti
buku Syaikh Muhammad Abdul Wahhab atau Syaikh Bin Baz yang bicara soal yang
sama. Di Saudi buku itu tak masalah, tidak dilarang, tidak dicekal, tidak
dituduh buku sesat. Tapi oleh orang-orang Salafi, macam Abu Ihsan Al Atsari
dkk., buku macam itu dianggap masalah, sebab disitu berhukum dengan selain hukum
Allah disebut sebagai pembatal keimanan.
Suatu hari Abu Ihsan Atsari bertanya ke Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari (disingkat Syaikh Ali Hasan saja). Dia kirim SMS nanyakan kedudukan Syaikh Sulaiman Al Ulwan itu. Dia nanya ke Syaikh Ali Hasan: ”Syaikh, ini ada buku jelek berjudul At Tibyan, yang ditulis Syaikh Sulaiman Al Ulwan, di dalamnya ada begini begini... Bagaimana pandanganmu tentang penulis buku ini?” Syaikh Ali Hasan dengan enteng bilang: ”Huwa ka kitabihi”. Kalau diartikan: Syaikh Sulaiman Al Ulwan itu sama jeleknya seperti bukunya. Tulisan Abu Ihsan itu pernah dimuat di majalah As Sunnah tahun 2002 atau 2003.
Suatu hari Abu Ihsan Atsari bertanya ke Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari (disingkat Syaikh Ali Hasan saja). Dia kirim SMS nanyakan kedudukan Syaikh Sulaiman Al Ulwan itu. Dia nanya ke Syaikh Ali Hasan: ”Syaikh, ini ada buku jelek berjudul At Tibyan, yang ditulis Syaikh Sulaiman Al Ulwan, di dalamnya ada begini begini... Bagaimana pandanganmu tentang penulis buku ini?” Syaikh Ali Hasan dengan enteng bilang: ”Huwa ka kitabihi”. Kalau diartikan: Syaikh Sulaiman Al Ulwan itu sama jeleknya seperti bukunya. Tulisan Abu Ihsan itu pernah dimuat di majalah As Sunnah tahun 2002 atau 2003.
Abu Ihsan itu bisa
dibilang semprul... Dia nanya tapi sudah menghakimi duluan: ”Ini ada buku yang
jelek.” Coba dia nanya ke Syaikh Sulaiman Al Ulwan dengan nanya begitu, apa dia
berani? Lebih semprul lagi Syaikh Ali Hasan. Dia tidak tabayyun dulu, tidak cek
bukunya, tidak periksa dulu dalil-dalilnya, langsung bikin penilaian: ”Dia
(penulis buku itu) kayak kitab-nya (sama jeleknya).” Tidak ada wara’ sama
sekali pada orang-orang itu. Habis begitu, Abu Ihsan sudah merasa dapat dalil
qath’i untuk menghakimi buku At Tibyan itu, dalilnya fatwa nyeleneh dari Ali
Hasan itu. Ini dimuat di majalah As Sunnah yang katanya ilmiah sesuai manhaj
Salafus Shaleh.
Cerita lain lagi, masih
soal Abu Ihsan Al Atsari. Sekarang berhubungan dengan perselisihan antara
Syaikh Ali Hasan dengan Ja’far Umar Thalib yang pernah jadi panglima Laskar
Jihad itu. Berita ini bersumber dari rekaman kaset diskusi beberapa orang
ikhwan Salafi dengan Ja’far Umar Thalib yang berlangsung sebulan atau dua bulan
lalu (disitu tidak ada tanggalnya, sekarang Mei 2007). Diskusinya sebenarnya
soal hukum musik, tapi di tanya-jawabnya Ja’far Umar Thalib menjawab
macam-macam pertanyaan. Disitu ada pertanyaan soal Syaikh Ali Hasan juga.
Kata Ja’far Umar Thalib,
Abu Ihsan Al Atsari itu pernah nanya ke Syaikh Ali Hasan tentang dirinya. Abu
Ihsan nanya, bagaimana dengan Ja’far yang telah begini-begini? Ali Hasan
langsung menjawab: ”Hadza laa yajuz. Hadza kharij min manhajis salaf” Kalau
diartikan: Ini tidak boleh. Ini telah keluar dari manhaj Salaf. Perkataan Ali
Hasan itu dianggap fatwa buat Salafi untuk menilai penyimpangan Ja’far Umar Thalib.
Ja’far tidak terima
dengan fatwa Syaikh Ali Hasan itu, sebabnya kata Ja’far, Ali Hasan itu sudah
kayak temannya sendiri. Ja’far bilang, Ali Hasan pernah makan di rumahnya di
Yogya, Ja’far juga pernah makan di rumah Ali Hasan di Yordan. Ja’far tidak
terima divonis begitu saja oleh Ali Hasan.
Suatu hari Ja’far Umar Thalib
ketemu Ali Hasan di rumah Syaikh Rabi’ di Saudi. Ja’far marah kepada Ali Hasan,
sebab telah sembrono bikin penilaian, tanpa nanya-nanya dulu si empunya (orang
yang difatwa). Disitu terjadi pertengkaran hebat antara Ja’far dengan Ali
Hasan. Ja’far bilang, muka Ali Hasan sampai memerah. Ja’far tanya ke Ali Hasan,
apa dia tahu siapa itu Abu Ihsan Al Atsari (penulis majalah As Sunnah) ? Kalau
tidak tahu, tanya ke Ja’far. Kalau Ali Hasan tidak ada biaya buat nelpon,
Ja’far minta di-miss call biar dia kontak balik ke Ali Hasan. Pokoknya Ja’far
marah, sebab Ali Hasan bikin fatwa tidak nanya-nanya dulu dia. Akhirnya Ali
Hasan bilang, dia kurang tahu-menahu soal pribadi Abu Ihsan Al Atsari.
Disitu juga Ja’far
bilang, Syaikh Ali Hasan, Syaikh Salim Al Hilaly, Syaikh Masyhur Hasan Salman,
itu thulabul ilmi (penuntut ilmu saja), belum setaraf ulama. Perkataan yang
bilang kalau Syaikh Ali Hasan itu murid terbaiknya
Syaikh Albani, itu tidak SAHIH sebab cuma bersumber dari cucunya Syaikh Albani
yang tidak punya reputasi ilmiah. Kalau yang bilang ulama-ulama besar
riwayatnya bisa diterima, tapi kalau cuma cucunya Syaikh Albani itu majhul
(tidak dikenal).
Cerita Ja’far Umar
Thalib itu tidak bicara soal buruknya akhlak Syaikh Ali Hasan yang gampang
menilai orang lain, tidak tabayun dulu, gampang berubah pendirian setelah
terdesak (dia mengaku kurang kenal Abu Ihsan Al Atsari). Tapi disini juga ada masalah, soal Abu
Ihsan itu sendiri. Bagaimana cara orang macam begitu kalau nanya ke seorang
Syaikh ya ? Apa maunya dituruti melulu hawa nafsunya ? Apa begitu akhlak Salafi
? Wiiihhh, jauh bangeeet ya. Dia kalau nanya sudah apriori duluan. Ingat lagi
soal kitab At Tibyan yang disebut jelek itu.
Ada kutipan dari fatwa Lajnah
Daimah Lil Buhuts Ilmiyah Wal Ifta’, no. 21517, tanggal 14-6-1421 H.
Lajnah Daimah menilai dua buku Tahdzir Min Fitnatit Takfir dan Shaihatun Nadziir yang disusun Syaikh Ali Hasan Al
Atsari. Kedua buku itu telah
dinilai menyimpang, salah satu alasannya yakni: (3) (Ali Hasan) menyebutkan
sebuah pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –semoga Allah merahmatinya- di
halaman 17-18, bahwa hukum bagi Mubaddal (pengganti hukum Syariah Allah) menurut
Syaikhul Islam ialah tidak kufur, kecuali jika penggantian itu
terjadi dengan pengetahuan (telah tahu ilmunya), dengan keyakinan di hati, dan
melakukan penghalalan terhadap apa-apa yang diharamkan. Pernyataan seperti ini
tidak memiliki dasar dari pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –semoga Allah
merahmatinya-. Sebagaimana diketahui bahwa beliau (Ibnu Taimiyyah) adalah
pembela madzhab Salaf Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sedangkan madzhab yang telah
dikemukakan itu (yaitu pemikiran Ali Hasan Al Halabi) sungguh-sungguh
adalah madzahab Murjiah”. (DSDB2: Menjawab Tuduhan, hlm. 163).
Begini ini contoh
panutan-panutan Salafiyun, orang-orang yang menyangka dirinya ikut Salafus
Shaleh, padahal mereka punya keyakinan Murji’ah yang menyimpang dari jalan yang
lurus. Pemikiran Murji’ah ini
serius sekali lho, apalagi kalau disebutnya sebagai pengikut Salafus Shaleh.
Tidak betul macam itu.
Apa yang ana susun itu
memang untuk peringatan bagi ummat, juga sebagai nasehat bagi ikhwan-ikhwan
Salafi. Data-datanya bisa dirujuk ke sumber aslinya, tidak ada kebohongan
disini, insya Allah. Kata Nabi, "Siapa yang melihat suatu kemungkaran
ubahlah dengan tanganmu, kalau tak mampu dengan lisanmu, kalau tak mampu dengan
hatimu, yang begitu itu (mengubah dengan hati) ialah selemah-lemah iman".
Di buku rujukan Salafi, membantah kesesatan termasuk bagian amar makruf nahi
munkar. Apa yang ana buat ini juga untuk tujuan itu.
Gerakan Penyedaran Kaum
Salafi (GPK-Salafi)
Kemudian dari Salafi
memberikan tanggapan atau komentar, penjelasan tentang darimana nama SALAFI,
yang disusun oleh Syeikh Albani, berikut ini.
MENGAPA KITA MEMAKAI
NAMA SALAFY?
Oleh: Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muhammad
Nashiruddin Al-Albani
Soal:Mengapa kita memakai nama Salafy ?
apakah penamaan itu bukan termasuk ajakan kepada hizbiyah atau thaifiyah
(seruan untuk berfanatik kepada kelompok tertentu) ataukah merupakan kelompok
baru dalam Islam?
Jawab:Sesungguhnya istilah Salaf sudah
dikenal dalam bahasa Arab maupun dalam syariat Islam. Namun yang kita utamakan
disini adalah pembahasan nama tersebut dari segi syariat.
Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kewafatannya, beliau berkata kepada Fathimah radhiallahu anha: "Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu."
Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kewafatannya, beliau berkata kepada Fathimah radhiallahu anha: "Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu."
Dan para ulama pun
sangat sering menggunakan istilah salaf sehingga terlalu banyak untuk dihitung.
Dan cukuplah salah satu contoh yang biasa mereka gunakan sebagai hujjah untuk
memerangi bid'ah: 'Segala kebaikan adalah dengan mengikuti jejak Salaf. Dan segala
kejelekan ada pada bid'ahnya kaum khalaf '. Tetapi ada sebagian orang yang
mengaku ulama (ahlul ilmi) menolak penisbatan (penyandaran) diri kepada Salafi
ini. Mereka menganggap penisbatan ini tidak ada asalnya sama sekali! Menurut
mereka, seorang muslim tidak boleh mengucapkan : "Saya pengikut para Salafus
Shalih dalam segala apa yang ada pada mereka baik dalam beraqidah, ibadah
maupun berakhlak."
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini, kalau memang demikian yang mereka maksudkan, menunjukkan adanya tindakan untuk melepaskan diri dari pemahaman Islam yang shahih (benar) sebagaimana yang dipahami dan dijalani oleh salafus shalih dan pemimpin mereka Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini, kalau memang demikian yang mereka maksudkan, menunjukkan adanya tindakan untuk melepaskan diri dari pemahaman Islam yang shahih (benar) sebagaimana yang dipahami dan dijalani oleh salafus shalih dan pemimpin mereka Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Seperti tersebut dalam
hadits mutawatir yang terdapat dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lain
bahwa Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Shahabatku), kemudian yang
sesudahnya (Tabi'in), kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)".
Oleh karena itu,
seorang muslim tidak boleh melepaskan diri dari penisbatan kepada Salafus
Shalih. Sebab tidak mungkin para ulama akan menisbatkan istilah salaf kepada
kekafiran maupun kefasikan. Sementara orang-orang yang menolak penamaan itu
sendiri, apakah mereka tidak menisbatkan dirinya kepada salah satu madzhab yang
ada? Baik madzhab yang berhubungan dengan aqidah maupun fiqih? Mereka ini
kadang-kadang ada yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau Maturidiyah.
Ada pula yang menisbatkan dirinya kepada para ahlul hadits seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, atau Hambaliyah yang (kelima madzhab yang terakhir ini) masih termasuk dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Padahal orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau madzhab imam yang empat (al-Aimmah al-Arba'ah) tidak diragukan lagi bahwa mereka itu menisbatkan diri kepada person atau orang-orang yang tidak ma'shum (terpelihara dari kesalahan), meskipun diantara mereka terdapat ulama yang benar.
Ada pula yang menisbatkan dirinya kepada para ahlul hadits seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, atau Hambaliyah yang (kelima madzhab yang terakhir ini) masih termasuk dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Padahal orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau madzhab imam yang empat (al-Aimmah al-Arba'ah) tidak diragukan lagi bahwa mereka itu menisbatkan diri kepada person atau orang-orang yang tidak ma'shum (terpelihara dari kesalahan), meskipun diantara mereka terdapat ulama yang benar.
Alangkah lebih baik
kalau sekiranya mereka mengingkari penisbatan kepada orang-orang yang tidak
ma'shum tersebut. Adapun orang yang menisbatkan diri kepada salafus shalih,
sesungguhnya dia telah menisbatkan dirinya kepada yang ma'shum (yakni Ijma'
para shahabat secara umum). Nabi shalallahu
'alaihi wasallam telah
menyebutkan ciri-ciri Al-Firqah An-Najiyah (golongan yang selamat), yaitu
mereka yang senantiasa berpegang kepada sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan sunnah para Shahabatnya ridhwanullah 'alaihim 'ajma'in.
Barangsiapa berpegang
teguh kepada sunnah mereka, maka dia pasti akan mendapat petunjuk dari Rabbnya.
Penisbatan kepada salaf
ini akan memuliakan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka dan akan
menuntunnya dalam menempuh jalan Al-Firqah An-Najiyah. Sedangkan orang yang
menisbatkan dirinya kepada selain mereka, tidaklah demikian keadaannya. Karena
dalam hal ini dia hanya mempunyai dua alternatif.
Pertama, boleh jadi dia menisbatkan diri kepada seseorang yang tidak ma'shum.
Pertama, boleh jadi dia menisbatkan diri kepada seseorang yang tidak ma'shum.
Kedua, dia menisbatkan dirinya kepada
orang-orang yang mengikuti madzab tersebut yang tentu saja tidak ada
kema'shuman sama sekali.
Sebaliknya para
shahabat Nabi shalallahu
'alaihi wasallam secara
keseluruhan merupakan orang-orang yang terpelihara dari kesalahan. Dan kita
telah diperintahkan untuk berpegang teguh kepada sunnahnya shalallahu 'alaihi wasallam dan sunnah para shahabatnya. Hendaklah
kita senantiasa konsisten terhadap pemahaman Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai
dengan manhaj (metode pemahaman) para shahabat. Agar kita tetap berada di dalam
"al-'ishmah" (terlindung dari kesesatan) dan tidak menyimpang dari
manhaj mereka, dengan memakai pemahaman sendiri yang sama sekali tidak didukung
oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Kemudian, mengapa tidak cukup bagi kita dengan hanya menisbatkan diri kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah saja, tanpa pemahaman Salafus Shalih? Maka dalam hal ini ada dua sebab :
Kemudian, mengapa tidak cukup bagi kita dengan hanya menisbatkan diri kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah saja, tanpa pemahaman Salafus Shalih? Maka dalam hal ini ada dua sebab :
Pertama, sebab yang berhubungan dengan
nash-nash syar'iah.
Kedua, sebab yang berhubungan dengan kenyataan yang ada pada kelompok-kelompok Islam.
Kedua, sebab yang berhubungan dengan kenyataan yang ada pada kelompok-kelompok Islam.
Penjelasan.
1. Yang berhubungan dengan sebab pertama :
Kita temukan dalam
nash-nash syar'iah, perintah untuk mentaati segala sesuatu yang disandarkan
kepada Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana firman Allah Ta'ala :"Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri (ulama dan umara) di
antara kamu. Kemudian jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (As-Sunnah), bila kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (An-Nisa:59)
Seandainya ada seorang
Waliyul Amri (pemimpin kaum muslimin) yang telah dibaiat oleh kaum muslimin
maka kita wajib taat kepadanya, sebagaimana kita wajib taat kepada Al-Kitab dan
As-Sunnah. Meskipun dia dan para
pengikutnya kadang-kadang berbuat salah. Kita wajib taat kepadanya untuk
mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena perselisihan tersebut, tetapi
ketaatan itu harus dengan syarat yang sudah dikenal, yaitu:
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no.197)
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no.197)
Dan Allah Azza wa Jalla
juga berfirman : "Barang
siapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain
jalannya Sabilil Mukminin (para shahabat), maka kami biarkan dia tenggelam
dalam kesesatan (berpalingnya dia dari kebenaran) dan kami masukkan ke neraka
Jahannam. Dan itu merupakan
seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa':115)
Sungguh, Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Tinggi sehingga tidak mungkin Dia berkata tanpa faedah dan hikmah. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa penyebutan Sabilul Mukminin (jalannya orang-orang mukmin) dalam ayat ini mempunyai hikmah dan faedah yang sangat tinggi.
Penyebutan ini
menunjukkan bahwa di sana ada suatu kewajiban yang sangat penting, yaitu :
ittiba' kita terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah harus sesuai dengan manhaj yang
dipahami dan dijalankan oleh generasi awal kaum muslimin, para shahabat
ridhwanullah alaihim kemudian generasi berikutnya (para tabi'in), kemudian
generasi berikutnya (tabi'ut tabi'in). Dan
seruan inilah yang senantiasa dikumandangkan oleh Da'wah Salafiyah sekaligus
menjadi rujukan utama mereka, baik dalam asas dakwah maupun dalam manhaj
tarbiyah.
Sesungguhnya dakwah
Salafiyah pada hakekatnya hendak menyatukan umat Islam, sedangkan dakwah-dakwah
yang lain justru sebaliknya memecah-belah umat. Allah Ta'ala berfirman : "Dan hendaklah kamu
bersama-sama orang yang benar." (At-Taubah:119)
Maka barang siapa yang ingin memisahkan Al-Kitab dan As-Sunnah di satu sisi dan para Salafus Shalih di sisi lain, dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka selamanya dia tidak akan menjadi orang yang shadiq (benar).
Maka barang siapa yang ingin memisahkan Al-Kitab dan As-Sunnah di satu sisi dan para Salafus Shalih di sisi lain, dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka selamanya dia tidak akan menjadi orang yang shadiq (benar).
2. Yang berhubungan dengan sebab kedua.
Kelompok-kelompok dan
partai yang ada pada zaman ini tidak mau beralih secara total kepada Sabilul
Mukminin yang tersebut pada ayat di atas, yang hal ini diperkuat oleh beberapa
hadits. Antara lain hadits
"Iftiraqul Ummah" (perpecahan umat) menjadi 73 firqah (golongan),
semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yang ciri-ciri mereka telah
disebutkan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam : "Golongan itu ialah yang
mengikuti sunnahku dan sunnah para shahabatku hari ini." (lihat : Silsilah Al-Hadits
Ash-Shohihah, Syaikh Al-Albani no 203 & 1192)
Hadits ini serupa
dengan ayat di atas (QS. An-Nisa: 115), dimana keduanya menyebutkan Sabilul
Mukminin. Kemudian dalam hadits lain dari Irbadh bin Sariyah, Rasulullah
salallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Wajib
bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk sesudahku" (lihat:
Irwa'ul Ghalil,Al-Albani no 2455)
Berdasarkan keterangan
di atas, maka di sana ada sunnah yang harus kita pegang teguh yaitu sunnah
Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam dan sunnah khulafaur
Rasyidin. Oleh karena itu, kita
wajib kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Sabilul Mukminin (jalannya
para shahabat). Tidak boleh kita mengatakan: "Kami
memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman sendiri, tanpa memandang
sedikitpun pada pemahaman Salafus Shalih."
Pada zaman sekarang ini, kita harus melakukan bara' (pemisahan diri) yang betul-betul bisa membedakan diri kita dengan golongan sesat lainnya. Tidak cukup bagi kita hanya dengan mengucapkan: "saya muslim" atau "madzhabku Islam", sebab golongan-golongan yang sesatpun menyatakan demikian. Seperti kaum Syiah Rafidhah, Ibadhiyyah, Qadiyaniyyiah (Ahmadiyah) maupun golongan-golongan sesat lainnya. Sehingga apa bedanya kita dengan golongan sesat tersebut?
Pada zaman sekarang ini, kita harus melakukan bara' (pemisahan diri) yang betul-betul bisa membedakan diri kita dengan golongan sesat lainnya. Tidak cukup bagi kita hanya dengan mengucapkan: "saya muslim" atau "madzhabku Islam", sebab golongan-golongan yang sesatpun menyatakan demikian. Seperti kaum Syiah Rafidhah, Ibadhiyyah, Qadiyaniyyiah (Ahmadiyah) maupun golongan-golongan sesat lainnya. Sehingga apa bedanya kita dengan golongan sesat tersebut?
Bila kita mengatakan : "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah." Ucapan ini masih belum cukup karena kelompok-kelompok (sesat) seperti Asy'ariyah, Maturidiyah, dan kaum Hizbiyah, mereka juga mengaku mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang serta dapat membedakan antara golongan yang selamat dengan golongan yang sesat ialah dengan mengatakan: "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih" atau lebih singkatnya: "Saya Salafi!"
Oleh sebab itu, sesungguhnya kebenaran yang tidak bisa disangsikan lagi ialah : tidak cukup kita hanya bersandar dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa tuntunan dari manhaj Salafus Shalih, baik dalam pemahaman dan pola pikir, dalam ilmu dan amal, maupun dalam dakwah dan jihad.
Kita semua mengetahui bahwa mereka semua (para Salafus Shalih ridhwanullah alaihim ajma'in) tidak fanatik terhadap satu madzhab atau kepada individu tertentu. Sehingga kita tidak pernah menemukan di antara mereka ada yang bersikap fanatik tergadap Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, ataupun Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhum.
Bahkan sebaliknya seorang diantara mereka jika memungkinkan untuk bertanya kepada Abu Bakar atau Umar atau Abu Hurairah, maka mereka akan bertanya kepadanya (tanpa memilih-milih). Semua itu mereka lakukan karena mereka meyakini bahwa tidak boleh seseorang memurnikan ittiba'nya kecuali kepada seorang yaitu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Sebab beliau shalallahu 'alaihi wasallam tidaklah berkata menurut hawa nafsunya, melainkan hanyalah berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Kalaupun kita bisa
menerima bantahan orang-orang yang mengkritik pemahaman salafi, sehingga kita
cukup hanya menamakan diri dengan istilah muslim saja, tanpa menisbatkan diri
kepada Salafus Shalih meskipun penisbatan tersebut merupakan penisbatan yang
mulia dan shahih. Lantas apakah
dengan demikian orang-orang yang mengkiritik itu bersedia melepaskan diri dari
penamaan terhadap kelompok-kelompok, madzhab-madzhab, thariqat-thariqat mereka
meskipun penisbatan itu semua tidak syar'i dan tidak shahih?
"Cukuplah bagimu
perbedaan diantara kita ini. Dan setiap bejana akan memancarkan air yang ada di
dalamnya." Allahlah yang memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus. Dan Dialah tempat meminta pertolongan.
(Edisi Perdana
Salafy/Syaban/1416/1995, Rubrik Mabhats, hal 8-10)
www.abdurrahman.wordpress.com
www.abdurrahman.wordpress.com
Kemudian selanjutnya
dari Salafi berkata, “ana
sudah banyak baca bahan-bahan seperti dari Antum itu.” Di buku DSDB
II: Menjawab Tuduhan, bagian Pro Kontra Istilah Salafi (bagian depan) sudah dibahas
panjang-lebar. Silakan rujuk kesitu. Disitu Al Ustadz Al Thalibi membantah
pandangan-pandangan seperti yang Antum nukil itu.
GPK-Salafi menjawab:
Coba Antum hadirkan satu nash dari Al Qur'an atau hadits shahih yang
memerintahkan ummat Islam memakai nama Salafi atau menyebut dirinya sebagai
kaum Salafi. Satu saja, sebutkan
nash yang qath'i, bukan nash yang sudah ditafsirkan panjang-lebar, yang
memerintahkan ummat memakai nama Salafi. Misalnya, adakah nash yang bunyinya, "Pakailah nama Salafi!" atau "Sebutlah
diri kalian sebagai kaum Salafi!"
Kalau nash macam begitu gak ada, tandanya Salafi telah bikin-bikin bid'ah yang menyimpang dari Syariat Islam. Iya kan?
Kalau nash macam begitu gak ada, tandanya Salafi telah bikin-bikin bid'ah yang menyimpang dari Syariat Islam. Iya kan?
SALAFI ITU ILMIYAH ATAU
NGAWUR ?
Tambah lama mempelajari
pemikiran orang-orang Salafi, kita jadi pusing sendiri. Orang-orang ini maunya
apa ya, kok semakin ngawur saja? Kami tidak asal tuduh atau asal bikin
kontroversi. Kami punya bukti-bukti nyata dari majalah mereka sendiri, majalah
Adz Dzakhirah terbitan Surabaya.
Orang-orang yang tidak
suka sama kami menuduh cara-cara beginian sama saja dengan meng-attack Salafi,
memperkeruh masalah, tidak berdiskusi secara ilmiah, main fitnah saja. Hai lihatlah sini wahai pembaca
yang budiman, mengapa ketika kami menyusun kritikan-kritikan tajam ke Salafi
kami dibilang mengumbar fitnah, sedangkan mereka selama ini sangat banyak
menyalah-nyalahkan ummat, menyalah-nyalahkan dai dan gerakan dakwah? Apa kalau
Salafi bikin onar, dia dibilang sedang menunaikan hak ilmiah, sementara kalau
tuan-tuan kami beri bukti penyimpangan Salafi, tuan-tuan menuduh kami mengumbar
fitnah? Tidak tuan, kritikan-kritikan ini akan terus melaju sampai mereka tidak
bisa mengkritik orang lain, sebelum mengkritik dirinya sendiri.
Inilah sebagian
buktinya:…
Adz Dzakhirah edisi
25/Th. V/Dzul Hijjah 1427, hlm. 4-5, tulisan judulnya yakni “Aqidah Ahlus
Sunnah Wal Jamaah”, catatan kaki oleh Abduurahman bin Thaiyib, Lc. Bagian
catatan kaki no. 9, ada tulisan begini: “Fauzan
Al Anshari sosok Mujahidin yang lantang suaranya, namun
kosong dari ilmu agama dan dari petunjuk ulama Ahlus Sunnah. Maka berhati-hatilah!!”
Apa itu artinya kosong
ilmu agama dan dari petunjuk ulama Ahlus Sunnah? Itu artinya Fauzan jahiliyah
100 persen. Itu artinya, Fauzan tidak ada ilmu Islam sedikit pun di dirinya.
Dia jahiliyah, seperti orang-orang yang tidak mengenal Islam sedikit pun. Apa benar
Fauzan macam begitu? Wah, gawat ini…
Adz Dzakhirah edisi
yang sama, catatan kaki no. 23, disitu Abdurrahman bin Thaiyib, Lc, menulisa
sangat kasar: “Dan
sekarang juga Dakwah Salafiyah mengatakan: Dilarang keras membaca buku-buku
Sayyid Quthb, Hasan Al Banna, Sa’id Hawwa, Aidh al Qarni, Salman al Audah,
Safar al Hawali, dan penyesat ummat lainnya, dan meninggalkan orang-orang yang
membelanya. Semoga
Allah menganugerahi kita cahaya Sunnah. Amin”.
Wah wah wah, makin tidak terkendali. Bayangkan orang macam apa yang berani bikin maklumat larangan macam begitu, lalu diakui itu suara Dakwah Salafiyah? Hiihhh, na’udzubillah min dzalik. Menurut kami yang penyesat ummat ya orang-orang macam Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. Menurut sangkaan kami, orang macam itu seperti dilukiskan oleh Nabi sebagai dai-dai yang berdiri di dekat pintu jahannam. Kami berlindung dari fitnah yang terlontar dari mulut siapa saja.
Wah wah wah, makin tidak terkendali. Bayangkan orang macam apa yang berani bikin maklumat larangan macam begitu, lalu diakui itu suara Dakwah Salafiyah? Hiihhh, na’udzubillah min dzalik. Menurut kami yang penyesat ummat ya orang-orang macam Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. Menurut sangkaan kami, orang macam itu seperti dilukiskan oleh Nabi sebagai dai-dai yang berdiri di dekat pintu jahannam. Kami berlindung dari fitnah yang terlontar dari mulut siapa saja.
Kalau mau jujur, apa
Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. pernah mengangkat senjata menyerang Yahudi? Ingat
lho ya, Syaikh Hasan Al Banna itu pernah menyerang orang-orang Yahudi di Israel
bersama Mujahidin IM. Bin Thaiyib itu tidak memudharatkan orang kafir, tapi
semangat nyerang saudaranya sendiri. Sadar Ustadz…
Adz Dzakhirah edisi
yang sama, tulisan judulnya “Pengaku Kelompok Sunnah”, ditulis oleh Abdurrahman
bin Thaiyib, Lc., hlm. 19. ...Oleh sebuah kelompok dakwah Sunniyah, Salafi
dituduh begini: “Namun mereka juga sangat gencar memporak-porandakan setiap
usaha dakwah yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka”.
Abdurrahman bin
Thaiyib, Lc. menjawab begini: “Dakwah
Salafiyah hanyalah memporak-porandakan dakwah sesat dan menyesatkan seperti
dakwahnya Sayyid Quthb dan Hasan al Banna. Dan itulah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika di Makkah, beliau memporak-porandakan
kaum musyrikin. Demikian pula dengan para Salafush Shalih, mereka
memporak-porandakan kelompok-kelompok sesat seperti Khawarij dan Mu’tazilah”.
Apabila ditelaah lebih
dalam, banyak kesesatan yang menyebar dari kalimat-kalimat Abdurrahman bin
Thaiyib, Lc di atas, yakni begini:
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memporak-porandakan kaum musyrikin ketika beliau masih dakwah di Mekkah. Beliau baru menghancurkan berhala-berhala kaum musyrikin setelah Fathul Makkah, dan itu setelah orang Makkah masuk Islam. Beliau selama di Makkah lebih mengutamakan sabar, tidak menyerang sesembahan orang-orang musyrik, membodoh-bodohkan sesembahan mereka. Itu bukan memporak-porandakan seperti igauan Abdurrahman bin Thaiyib, Lc.
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memporak-porandakan kaum musyrikin ketika beliau masih dakwah di Mekkah. Beliau baru menghancurkan berhala-berhala kaum musyrikin setelah Fathul Makkah, dan itu setelah orang Makkah masuk Islam. Beliau selama di Makkah lebih mengutamakan sabar, tidak menyerang sesembahan orang-orang musyrik, membodoh-bodohkan sesembahan mereka. Itu bukan memporak-porandakan seperti igauan Abdurrahman bin Thaiyib, Lc.
- Abdurrahman
bin Thaiyib, Lc. menyamakan dakwah Sayyid Quthb dan Hasan al Banna seperti kaum
musyrikin yang diporak-porandakan Rasulullah di Makkah. Itu berat banget Ustadz, Antum
menyamakan muslim dengan orang-orang kafir.
- Abdurrahman
bin Thaiyib, Lc. menuduh dakwah Sayyid Quthb dan Hasan al Banna sebagai sesat
dan menyesatkan.
- Abdurrahman
bin Thaiyib, Lc. jelas-jelas telah menghalalkan kekerasan dalam dakwah Islam,
padahal sudah sama-sama diketahui dakwah itu hikmah, pelajaran yang baik,
berdebat secara ihsan (QS. An
Nahl 125).
- Abdurrahman
bin Thaiyib, Lc. menyamakan dakwah Sayyid Quthb dan Hasan al Banna seperti kaum
Khawarij dan Mu’tazilah.
Kesan kami setelah
menelaah ucapan-ucapan di atas yakni: Kacau, ngawur, sembrono, berantakan, dst.
Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. itu dibilang sama Abu Salma sebagai Ustduna al
Fadhil (guru kami yang mulia). Pantesan muridnya macam begitu, lha wong gurunya
pahamnya sesat-menyesatkan.
Di buku DSDB II: Menjawab Tuduhan, banyak juga
disebut bukti-bukti penyimpangan pemikiran orang-orang yang mengaku dirinya
Salafi itu. Salah satunya itu
pemikiran Abu Umar Basyir, ustadz Salafi yang terkenal di Solo/Yogya yang menulis
buku best seller “Sutra Ungu”.
Abu Umar Basyir: “Tapi Salafiyah tidak boleh
dikotak-kotakkan. Dakwah Salafiyah adalah satu”. (DSDB II: Menjawab Tuduhan, hlm.
202-203).
Al Ustadz Abu
Abdirrahman Al Thalibi menjawab perkataan di atas: “Saya terus-terang heran dengan
suatu kaum. Mereka mengaku pengikut Salafus Shalih, tetapi tidak mengerti
manhaj-nya. Kata “Tidak boleh” dalam Islam itu artinya HARAM atau TERLARANG.
Untuk sampai pada kesimpulan TAHRIM (pengharaman), jelas harus ada dalil-dalil
yang qath’i dari Kitabullah dan Sunnah Nabawiyah. Bukankah dalam kaidah fiqih
dikatakan, “Al aslu fin nahyi lit tahrim” (asal dari perkara larangan itu
adalah untuk mengharamkan). Bagaimana seorang Ahlus Sunnah mengatakan ini
halal, ini haram, tanpa dilandasi suatu ketetapan Syar’i yang jelas? Cara
seperti itu justru merupakan bid’ah yang diada-adakan.
Tidak masalah membagi Salafiyah sebanyak apapun, sebab istilah itu hanya hasil kesimpulan hukum, bukan berdasarkan ketetapan Syariat yang jelas dan tegas (qath’i). Kita tidak berdosa kepada Rabbul ‘alamin dengan menyebut Salafi A, Salafi B, dst. sebab tidak aturan yang mengharamkan hal itu. Hanya saja, jika istilah Salafiyah dianggap sebagai suatu nama yang disukai oleh sebagian orang-orang beriman, maka menjaga perasaan mereka adalah lebih utama”. (DSDB II, hlm. 203).
Tidak masalah membagi Salafiyah sebanyak apapun, sebab istilah itu hanya hasil kesimpulan hukum, bukan berdasarkan ketetapan Syariat yang jelas dan tegas (qath’i). Kita tidak berdosa kepada Rabbul ‘alamin dengan menyebut Salafi A, Salafi B, dst. sebab tidak aturan yang mengharamkan hal itu. Hanya saja, jika istilah Salafiyah dianggap sebagai suatu nama yang disukai oleh sebagian orang-orang beriman, maka menjaga perasaan mereka adalah lebih utama”. (DSDB II, hlm. 203).
Pesan kami ke
ikhwan-ikhwan Salafiyun, lihatkah bukti-bukti itu dengan mata terbuka, jangan
cuma mementahkan apa-apa yang ditujukan kepada Anda. Janganlah membelokkan pembicaraan,
tetapi hadapilah saudara. Kami bersemangat membuktikan bahwa
pemikiran-pemikiran dakwah Anda salah, Anda
tidak meniti firqah najiyyah, tetapi firqah dhalalah… Sayangi diri Anda tuan-tuan dari
berpegang ke sesuatu yang dikiranya benar, padahal sesat. Na’udzubillah min
dzalik.
Majalah Adz Dzakhirah
termasuk majalah Salafi yang cukup terkenal, terbitnya di Surabaya di bawah
Ma’had Ali Al Irsyad, pimpinan redaksinya Abdurrahman bin Thayib, Lc. Majalah itu seperti As Sunnah
(Surakarta), Al Furqan (Gresik), jadi rujukan kaum Salafiyun di Indonesia. Itu
sekilas soal majalah Adz Dzakhirah.
Edisi kemarin, Adz Dzakhirah Vol. 6 No. 4, edisi 29, Rabi’uts Tsani 1428 H, di rubrik SUARA PEMBACA, hlm. 3 memuat isi yang mengandung kontroversi. Ada seorang pembaca yang bertanya ke redaksi Adz Dzakhirah soal duduk-perkara Fauzan Al Anshari, juru bicara MMI. Orang itu tanya, kenapa Adz Dzakhirah kalau bahas Fauzan isinya mencela melulu? Memangnya Fauzan itu masuk golongan apa? Padahal katanya Fauzan juga mengajar di PT yang Ahlussunnah.
Dapat pertanyaan begitu, redaksi majalah Adz Dzakhirah lantang menjawab begini: “Fauzan Al Anshari termasuk golongan Khawarij yang mengaku-ngaku ahlussunnah. Untuk lebih jelasnya, lihat Adz Dzakhirah edisi 15 dan 16 (menepis tuduhan membela kebenaran)”. (Adz Dzakhirah, edisi 29, hlm. 3).
Edisi kemarin, Adz Dzakhirah Vol. 6 No. 4, edisi 29, Rabi’uts Tsani 1428 H, di rubrik SUARA PEMBACA, hlm. 3 memuat isi yang mengandung kontroversi. Ada seorang pembaca yang bertanya ke redaksi Adz Dzakhirah soal duduk-perkara Fauzan Al Anshari, juru bicara MMI. Orang itu tanya, kenapa Adz Dzakhirah kalau bahas Fauzan isinya mencela melulu? Memangnya Fauzan itu masuk golongan apa? Padahal katanya Fauzan juga mengajar di PT yang Ahlussunnah.
Dapat pertanyaan begitu, redaksi majalah Adz Dzakhirah lantang menjawab begini: “Fauzan Al Anshari termasuk golongan Khawarij yang mengaku-ngaku ahlussunnah. Untuk lebih jelasnya, lihat Adz Dzakhirah edisi 15 dan 16 (menepis tuduhan membela kebenaran)”. (Adz Dzakhirah, edisi 29, hlm. 3).
Enak banget ya kalau
vonis-memvonis segampang itu. Ada gini-gini, langsung vonis, langsung tembak,
dorrr….
Khawarij itu di
hadits-hadits dibilang halal darahnya untuk diperangi, keluar dari Islam
seperti meluncurnya anak panah dari busurnya (melesat cepat), mereka
anjing-anjing neraka, mereka seburuk-buruk makhluk di bawah kolong langit,
orang yang memerangi mereka manusia terbaik, dst.
Orang-orang Salafi
sering berdalih, “Bedakan antara vonis muthlaq dan mu’ayyan. Vonis mu’ayyan (kepada
pribadi-pribadi) tidak boleh sembarangan!” Lha, kalau vonis ke Fauzan Al
Anshari di atas itu masuk mana ya? Vonis muthlaq atau mu’ayyan? Yang namanya
orang berakal pasti tahu, itu kan vonis mu’ayyan. Maka itu tuh, Salafiyun
jangan cepat mengelak ya, ini buktinya mereka bikin vonis mu’ayyan.
Di buku DSDB
II: Menjawab Tuduhan ,
disitu dibahas tulisan-tulisan Abu Salma bin Burhan Al Atsari. Abu Salma ini
banyak sekali mencela Al Ustadz Abu Abdirrahman Al Thalibi. Celaan-celaan Abu
Salma dirangkum Ustadz Al Thalibi di bab Koleksi Celaan dan Semerbak
Pujian ,
hlm. 129-138. Ustadz Al Thalibi mencatat sekurangnya 16 celaan keras Abu Salma
kepada dirinya, masih ditambah lagi 12 kesimpulan Abu Salma yang isinya celaan
semua ke Ustadz Al Thalibi.
Contoh celaan Abu
Salma, No. 14 yakni: “Di sisi kalian dusta itu sangat murah harganya. Tanpa
ditakar dan ditimbang, mereka menghamburkannya”. Disini Abu Salma menuduh
Ustadz Al Thalibi sebagai pendusta yang banyak berdusta. Hoho, dia tidak punya
bukti satu pun soal kedustaan Ustadz Al Thalibi. Tunjukkan satu saja ya Abu
Salma kedustaan orang yang engkau tuduh!
Contoh celaan asli Abu
Salma, No. 10 yakni: “Tulisan ath Thalibi ini menunjukkan bahwa ath Thalibi
mudah menuduh orang lain suka memvonis, padahal dirinya
adalah orang terdepan yang gemar memvonis secara bathil ”.
Abu Salma itu tampaknya
marah manakala Ustadz Al Thalibi menunjukkan kepada ummat Islam bahwa Abu Salma
ini suka memvonis orang lain secara sembrono, khususnya vonis takfir
(pengkafiran) kepada Ikhwanul Muslimin. Beliau
hanya menunjukkan bukti-bukti kalau Abu Salma memvonis takfir. Di buku DSDB
II itu
dijelaskan bukti-buktinya secara gambling. Tapinya Abu Salma mencela Ustadz Al
Thalibi dengan sangat keras sekali (sekitar 16 celaan + 12 kesimpulan celaan
dari Abu Salma). Hiihhh, kok ada yang murah-meriah memvonis macam begitu ya…
Hadits Nabi, “Mencaci
seorang Muslim adalah fasiq dan memeranginya adalah kufur”. (Riwayat
Bukhari-Muslim, DSDB II, hlm. 137).
Kalau melihat Salafi
macam begitu, kita gak nafsu deh buat ikut pemikiran-pemikiran mereka. Tapi
orang-orang yang masih fanatik sama Salafi sangat banyak. Mereka sudah menutup
mata-telinga untuk suatu perubahan yang lebih baik.
Kenapa bisa begitu ya?
Satu, mereka sudah kadung gengsi sebagai
Salafi.
Dua, mereka benci banget sama
harakah-harakah dakwah, makanya alergi sama harakah.
Tiga, mereka tidak punya teman-teman,
selain shahib-shahib pengajiannya.
Empat, mereka udah terlanjur dikenal sebagai
“hakim aliran-aliran”, masak hakim mau menyerah kalah?
Lima, mereka kagum sama
pakaian gamis & celana setengah betis, kagum sama jilbab hitam-hitam dan
cadar, kagum sama slogan “no music here”, kagum sama shalat yang agak
lama-lama, kagum sama janggut yang lebat-lebat, dst.
Secara obyektif,
Ahlussunnah di Saudi beda sama Salafi macam begitu, meskipun mereka sering
mengambil pendapat-pendapat ulama Saudi.
GPK-Salafi.
Ada seseorang
memberikan komentar, “Udahlah mas gpk-salafi.. jangan asal 'hit and run' gitu
dong..”
Kemudian dijawab oleh
GPK Salafi, berikut ini...
Nggak kok, kalo emang
ada waktu ya dikomentarin. Tapi kalo lagi mepet, cuma posting aja. Kalo
"tune in" disini aja, wah berapa ntar bayar warnetnya ya ? Lagian,
tujuannya emang begitu. Gini lho ya...
Salafi udah populer banget suka mengkritik, mencela, menuduh macam-macam... Buku-buku Salafi yang temanya 'Bantahan' udah gak keitung, ntah berapa jumlahnya. Kalo ada yang menjawab tuduhan, macam Al Ustadz Al Thalibi itu, Salafi seharusnya baca dong buku itu, jangan cuma tahu luarnya doang... (jadi inget iklan, "Wuiih Dick Doang..." "Apa mirip doang?"). Kalo Antum merasa sebagai AHLUL HAQ, sebagai satu-satunya firqatun najiyah, ya baca buku itu, lihat isinya. Jangan kalau ngritik orang tidak ukur-ukur, giliran balik dikritik, sembunyi, tidak mau membaca isi kritiknya... Salafi kok begitu. Apa salafus salih macam begitu ya ?
Salafi udah populer banget suka mengkritik, mencela, menuduh macam-macam... Buku-buku Salafi yang temanya 'Bantahan' udah gak keitung, ntah berapa jumlahnya. Kalo ada yang menjawab tuduhan, macam Al Ustadz Al Thalibi itu, Salafi seharusnya baca dong buku itu, jangan cuma tahu luarnya doang... (jadi inget iklan, "Wuiih Dick Doang..." "Apa mirip doang?"). Kalo Antum merasa sebagai AHLUL HAQ, sebagai satu-satunya firqatun najiyah, ya baca buku itu, lihat isinya. Jangan kalau ngritik orang tidak ukur-ukur, giliran balik dikritik, sembunyi, tidak mau membaca isi kritiknya... Salafi kok begitu. Apa salafus salih macam begitu ya ?
Kami gak 'hit and run',
cuma lihat kesempatan aja...
Ternyata secara
tiba-tiba ada komentar dari SALAFI nyeletuk sengit
والدّعاوى مالم تقيمواعليها
بيّنات أصحابها أدعياء
بيّنات أصحابها أدعياء
Segala tuduhan tanpa bukti
Maka pelontarnya hanya pembual semata
Dijawab oleh GPK
Salafi, begini :
Sudah ada buktinya itu,
lihat disana, jangan asal komentar tapi tidak ngerti yang ditulis... Salafi
macem kalian ini bisanya cuma menuduh tanpa bukti. Itu periksa tulisan-tulisan
M. Arifin Badri, Luqman Ba'abduh, Abu Salma, atau coba baca buku Al Ustadz Al
Thalibi. Tapinya kalian kan tidak berani baca buku itu, sebabnya disana firqah
kalian di-aduk-aduk sama penulisnya. Mendingan kalimat-kalimat macam begitu
buat kalian sendiri saja deh... Oke Mas ?
USTADZ SALAFI SERING
MENGKAFIRKAN
Contoh TAKFIR
ustadz-ustadz Salafiyun banyak disebutkan di buku Dakwah
Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, hasil karya Al
Ustadz Abu Abdirrahman Al Thalibi. Buku
beliau itu bisa menjadi arsip penting buat aktifis-aktifis yang pingin tahu
sepak-terjangnya kaum Salafi. Mereka menuduh orang lain Khawarij karena
mengkafirkan ini itu, tapi mereka juga buat takfir.
Contoh TAKFIR ala
Salafi, yakni di bawah ini:
1. Luqman Ba’abduh menulis: “Da’wah
tauhid ini juga menyebar ke segenap penjuru. Da’wah tauhid ini juga sampai
kepada para ‘ulama di luar Jazirah Arab. Sehingga sangat banyak dari umat Islam
yang terkesan dan tertarik dengan da’wah tauhid ini, baik dari mereka yang ada
di India, Indonesia, Afghanistan, Afrika dan Maghrib (Maroko), maupun yang di
Mesir, Syam (Syria, Yordania, Libanon, dan Palestina), Iraq, dll. Sejak
saat itu pula terjadi permusuhan dan peperangan sengit antara tentara tauhid
dengan tentara kemusyrikan, antara lain tentara Mesir dan Turki.
Mereka benci dan tidak suka ketika tauhid dan sunnah berkibar”. Maraji’: Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II:
Menjawab Tuduhan, hlm. 99.
(Dari kami: Tentara Mesir dan Turki disebut oleh
Luqman Ba’abduh sebagai tentara kemusyrikan. Mungkin disamakan dengan musyrikin
Quraisy, atau musyrikin Majusi, Hindu, Budha, Sinto, dst.).
2. Luqman Ba’abduh menulis: “Demikian
juga di masa Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau
harus berhadapan dengan musuh-musuh tauhid dan sunnah dari kalangan musyrikin
dan aliran-aliran sesat. Di antaranya adalah Daulah
‘Utsmaniyah Turki dan Mesir, dimana negeri tersebut mendukung dan menyokong
kemusyrikan dan kebid’ahan yang
otomatis berseberangan dan tidak sejalan dengan da’wah tauhid yang sedang
berkibar di Najd.” Maraji’: Dakwah
Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, hlm. 103.
(Dari kami: Luqman Ba’abduh menuduh Daulah
‘Utsmaniyyah Turki dan Mesir sebagai musuh tauhid, musuh sunnah, dari kalangan
musyrikin, dari kalangan aliran sesat, pendukung & penyokong kemusyrikan,
pendukung & penyokong kebid’ahan. Lihatlah
betapa beraninya Luqman soal tuduhannya itu, padahal nanti di akhirat tuduhan
itu akan ditanyakan ke dia lagi.).
3. Abu Salma Al Atsary:
“Ucapan Pak Budi Azhari (DPW PKS Jakarta –pen) bahwa Syaikh Muhammad Aman
al-Jami rahimahullahu lebih kasar daripada Syaikh Rabi’ bin
Hadi hafizhahullahu dan syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah, adalah berangkat
dari sikap apriori, kebencian dan kejahilannya terhadap hakikat Syaikh Muhammad
Aman al-Jami. Padahal, tidak musti setiap
kekasaran dan ketajaman lisan pasti buruk. Apalagi apabila ditujukan kepada
ahlul bid’ah pengagung kesesatan, kesyirikan dan kebid’ahan yang keras kepala.”
Maraji’: Dakwah Salafiyah
Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, hlm. 61.
(Dari kami: Abu Salma Al Atsary menuduh kelompok
Islam/Ikhwanul Muslimin sebagai ahli bid’ah pengagung kesesatan, kesyirikan,
kebid’ahan yang keras kepala. Mengagungkan
kesesatan, kesyirikan, kebid’ahan akibatnya ya kafir, apalagi kalau bukan
begitu?).
Begitulah nasib
orang-orang yang suka menuduh orang lain Khawarij/Khariji,
ternyata dirinya sendiri juga tukang mengkafirkan. Umat
Islam harus hati-hati, jangan terjebak oleh dalil-dalil Salafi yang kelihatan
ilmiah & berbobot, padahal disitu ada juga kesesatan-kesesatannya.
Contohnya itu seperti yang kami muat di atas dari hasil pengamatan kami maupun
dari buku Al Ustadz Al Thalibi.
Buat yang sudah lama
“kecemplung” di Salafi sadar sajalah selagi masih ada waktu. Kalau ajal sudah
sampai, kita tidak bisa apa-apa. Ajaran yang dikiranya “golongan selamat”,
ternyata lebih dekat ke “kelompok sesat”. Nauzubillah mindzalik.
Kaum Salafi ini menuduh
Imam Samudra, Amrozi, Mukhlas, Cs. sebagai Khawarij, sebab katanya suka
mengkafirkan orang lain. Di
peristiwa Poso kemarin Ust. Ja’far Umar Thalib menuduh Al Ustadz Abu Bakar
Ba’asyir dan dai-dai MMI menghasut warga Poso agar mengkafirkan pemerintah.
Biar pun sudah didamaikan oleh FUUI Bandung, antara Ja’far Thalib dan Ustadz
Abu tetap berbeda jalan.
Tapi kalau membuka-buka
lagi datanya, tidak sedikit tokoh-tokoh ustadz Salafi yang mengkafirkan umat
Islam. Kami menemukan bukti
TAKFIR itu, misalnya yang dilakukan oleh Ust. M. Arifin Badri, MA (kandidat
doktor di Universitas Madinah), tokoh panutan Salafiyun Yogyakarta. Arifin
Badri pernah bikin tulisan yang judulnya ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF
(I & II), yakni tanggapam ilmiah terhadap komentar
seseorang yang mengkritik Salafi yang namanya (Akhuna) Suripan di muslim.or.id,
9 dan 18 Januari 2006. Tanggapan Arifin Badri panjang juga ya, disitu dia
banyak terpeleset/tersesat dengan mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak
pantas diucapkan orang-orang berilmu, sebagiannya berisi TAKFIR kepada umat
Islam di luar kelompoknya (Salafiyun).
Mari kita lihat
bersama-sama. Tengok ucapan-ucapan Arifin Badri yang tidak pantas diucapkan
seorang muslim yang berilmu:
1. Arifin Badri: “Dan menurut akhuna (Suripan), mereka
yang mengakui meniti manhaj salaf (salafiyyin) bak telah memiliki senjata
tajam, dan ini adalah modal besar untuk berjihad dan beramal. Dan ini adalah
pengakuan bahwa bila salafiyyun berhasil mengarahkan senjata tajamnya ini
dengan baik dan benar, niscaya akan berhasil mengalahkan musuh. Tentu
dari pengakuan ini tersirat pengakuan lain bahwa, selain mereka (salafiyyun)
belum atau tidak memiliki senjata yang tajam, sehingga mana mungkin mereka
dapat mengalahkan musuh bila senjatanya tumpul atau bahkan tidak memiliki
senjata sama sekali. Atau bahkan yang dimilikinya (oleh selain salafiyun –pen)
adalah racun yang ia anggap sebagai obat, sehingga bukannya sembuh dari
penyakit yang ia derita, akan tetapi kebinasaanlah yang akan ia temui”.
Maraji’: ANDA SALAH PAHAM
MANHAJ SALAF Bagian I.
(Dari kami: Arifin menuduh apa-apa yang di tangan
muslim non salafiyun sebagai racun yang membinasakan pemiliknya.).
2. Arifin Badri: “Umat Islam mundur dan kalah bukanlah
karena kekurangan pengikut, atau kalah dalam hal teknologi atau persenjataan.
Akan tetapi sebab utamanya ialah apa yang telah saya jabarkan di atas, yaitu
umat islam pada zaman ini berusaha mencari kemuliaan dari selain jalan Allah
dan Rasul-Nya, dan mencampakkan jauh-jauh syariat yang telah diajarkan dalam Al
Quran dan As Sunnah”. Maraji’: ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF
Bagian I.
(Dari kami: Tuduhan pertama, Arifin menuduh umat
Islam berbuat syirik karena mencari kemuliaan dari selain jalan Allah dan
Rasul-Nya. Tuduhan kedua, Arifin menuduh umat Islam telah mencampakkan
jauh-jauh Syariat yang diajarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Apa dua tuduhan ini bukan takfir?.).
3. Arifin Badri: “Adapun musuh-musuh Islam dari
orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka sebenarnya yang paling mereka takuti
adalah orang-orang yang bertauhid dengan benar, dan senantiasa memerangi tindak
kesyirikan dan bid’ah, oleh karena itu mereka dengan dana besar-besaran
mendukung berbagai program kesesatan, dimulai dari seruan persatuan agama
melalui JIL Paramadina, gerakan tasawuf melalui Zikir berjama’ah, Jama’ah
Tabligh, dll. Ini semua mereka lakukan demi
mencari budak-budak yang akan menjadi kambing hitam dalam menghancurkan
kekuatan umat Islam”. Maraji’: ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF
Bagian II.
(Dari kami: Kami setuju dengan Arifin Badri soal
JIL Paramadina, tapi kami menolak tuduhan dia bahwa Zikir berjamaah (Arifin
Ilham), Jamaah Tabligh, dll. yang masih lurus sebagai budak-budak yang
dijadikan kambing hitam untuk menghancurkan Islam. Mana buktinya kalau mereka budak-budak
orang kafir? Ayo Arifin Badri keluarkan bukti-buktimu sebelum kelak Allah
menuntutmu! Perkataan macam begini tidak pantas dikeluarkan calon doktor
Salafi.).
4. Arifin Badri –sangat kasar sekali-: “Pendek kata, upaya
menikam dan meruntuhkan berbagai gerakan dan manhaj yang tidak sesuai dengan
manhaj Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam adalah metode berdakwah dan beragama yang
diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan diwasiatkan oleh beliau kepada umatnya”. Maraji’: ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF
Bagian I.
(Dari kami: Pembohong besar kamu Arifin Badri!
Mana wasiat Rasulullah agar menikam dan meruntuhkan berbagai gerakan dan manhaj
dari umatnya sendiri? Tunjukkan dalilnya Arifin Badri! Rasulullah menyuruh kita
buat dakwah dengan lemah-lembut, beri pelajaran baik-baik, berdebat dengan
ihsan, beliau utus para dai/muballigh ke berbagai tempat dengan pesan-pesan
agar dakwah dengan baik. Contoh, Muadz bin Jabal yang diutus dakwah ke Yaman.
Sampai Nabi pesan ke Muadz supaya hati-hati dari doanya orang terzalimi,
sebabnya doa begitu tidak ada hijab dengan Allah. Pesan-pesan Nabi bukan untuk
menikam dan meruntuhkan umat beliau sendiri. Kamu telah dusta Arifin Badri atas
nama Rasulullah!.).
Kalau yang calon doktor
dari Universitas Islam Madinah saja kayak M. Arifin Badri itu sikap &
pemikirannya, apalagi buat salafi yang masih junior-junior? Mau jadi apa mereka
nanti kok pemikirannya sesat seperti itu.
Gerakan Penyadaran Kaum
Salafi (GPK-Salafi).
Alhamdulillaahirabbil
‘aalamiin
Sumber : http://myquran.org,
Mei 2007
ini blog aneh, trutama postingan yg ini, ane udah brtahun2 mndengarkan kajian ceramah ust.arifin badri tpi tdk prnh ada yg sprti anda tuduhkan, klopun ada hnya mirip saja tpi tdk skasar dan selebai yg anda tulis, ini sudah dtmbah2i dan mnjadi fitnah kpada ust. arifin badri, bkn saya fanatik atau apa trhdap ust.arifin badri tpi tulisan anda mmang mngada2, krn saya jg slah satu mahasiswa beliau di slah satu prguruan tinggi islam di jatim dan jateng. tdk prnh ada statment2 beliau sprti yg anda tulis
BalasHapusBegitulah Salafi .... bengis dan beringas ...
BalasHapusBegitulah Salafi .... bengis dan beringas ...
BalasHapus