Jumat, 25 Mei 2012

1. Siapa Sebenarnya “Salafi” ! (1)

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpah-curahkan kepada baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga dan para Sahabat-nya, serta bagi Ummatnya sampai akhir zaman. Amma ba’du
Sejak tahun 1990-an bermunculan gerakan-gerakan dakwah di Indonesia ini, sebagiannya berasal dari dalam negeri (contohnya Pesantren Hidayatullah, Pesantren Daarut Tauhid) sebagian berasal dari luar negeri, misalnya Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin atau IM, dari Mesir), Hizbut Tahrir (HT, dari Yordania), Jamaah Tabligh (JT, dari India), Salafi (dari Saudi), dst. Munculnya jamaah-jamaah dakwah tersebut membuat suasana dakwah menjadi semarak, banyak kajian-kajian, muncul buku-buku sama majalah, banyak akhwat yang memakai jilbab (sampai cadar). Senangnya hati ini karena munculnya ghirah keislaman yang menggelora.
Tapi dari kesemua itu, ada satu kelompok yang tampaknya paling unik/paling beda. Ia terlihat paling aktif membahas kesalahan-kesalahan kelompok-kelompok Islam lain. Jikalau pembaca bertanya ke mereka soal kesesatan IM, atau kesesatan JT, atau kesesatan HT, dijamin pembaca akan menemukan banyak kritikan-kritikan mereka. Kritikan itu kadang-kadang masih ditambahi sikap mencela, sikap menghakimi, menggelari buruk-buruk, memberi peringatan kerasnya (tahdzir-an), menjauhi. Kelompok-kelompok Islam nyaris tidak ada yang selamat dari kritikannya, malah kadang diolok-olok dan dihina secara tidak berakhlak.Siapakah mereka, ya ikhwan ? Siapa lagi kalau bukan suatu kaum yang menamai dirinya Salafi atau Salafiyun. 
Mereka mengakunya tidak berpartai, tidak punya organisasi, tidak berjamaah. Soal benar tidaknya, nanti kita buktikan sama-sama. Kelompok Salafi ini merasa dirinya sebagai “pewaris sah” Salafus Soleh RA; Merasa dirinya paling mengikuti Sunnah; Merasa dirinya paling bebas dari fanatik dan golongan; Merasa dirinya golongan paling selamat (firqoh al najiyyah), golongan yang ditolong (tho’ifah al mansurah); Merasa dirinya 1 firqoh selamat, sementara lainnya masuk 72 firqot yang dijanjikan masuk neraka.
Sebelum ini Umat Islam cuma jadi obyekan kritik dari Salafi, tidak banyak yang berani membalas, apalagi sampai menyerang pemahaman mereka. Tapi orang-orang yang sudah gemes sama kelompok ini semakin banyak, mereka datang dari macam-macam golongan. Pelan-pelan mulai muncul kritikan-kritikan yang dialamatkan ke kelompok SALAFI ini.
Kritikan tajam mulai digoreskan oleh Al Ustadz Farid Nu’man, seorang dai Jamaah Tarbiyah/IM dari Jakarta. Ustadz Farid Nu’man membela tokoh-tokoh IM yang jadi obyek kritikan Salafiyun. Buku Al Ustadz Farid Nu’man judulnya Al Ikhwanul Al Muslimun: Anugerah Allah yang Terdzalimi. Sampai juga muncul buku lain yang judulnya Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak: Meluruskan Sikap Keras Dai Salafi, yang digoreskan oleh Al Ustadz Abu Abdirrahman Al Thalibi. Buku terakhir ini menyentak para aktivis dakwah Islam di Indonesia sebab penulisnya secara transparan menguliti kesalahan-kesalahan kaum Salafi yang dulunya bergabung di Laskar Jihad dengan memakai sumber tulisan-tulisan mereka sendiri. Ada yang bilang buku itu sempat best seller.  Masyarakat pembaca buku makin tertarik setelah terbit buku yang berjudul Siapa Teroris Siapa Khawarij hasil goresan Al Ustadz Abduh Zulfidar Akaha. Buku terakhir ini menambah daftar panjang kritikan buat Salafi. Masyarakat dakwah makin “kepanasan” setelah beredar VCD bedah buku Siapa Teroris Siapa Khawarij itu. Rasanya lengkap sudah  ya kritikan-kritikan buat Salafiyun.
The last (maybe not real “the last”), terbit buku baru hasil goresan Al Ustadz Al Thalibi lagi yang judulnya sama dengan judul buku pertama, yakni Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan. Melihat judulnya saja kita menyangka disitu banyak perdebatan-perdebatan, nyatanya memang begitu. Di buku itu Al Ustadz Al Thalibi berjibaku menjawab tuduhan-tuduhan ustadz-ustadz Salafiyun yang dialamatkan ke dia. Perdebatan-perdebatannya seru, jawab-menjawab, tuduhan-tangkisan, argumen-argumen saling beradu. Rasanya kepala kita panas banget kalau mengikuti liku-liku perdebatannya. Banyak yang tak terduga. Kalau melihat bobot tuduhan ustadz Salafi, rasanya sulit bisa mengelak tapi Al Ustadz Al Thalibi bisa menjawabnya juga. Sangat menarik, insya Allah buat teman-teman aktifis Islam banyak manfaatnya buat yang mau menyelami arus perdebatan pemikiran dan seninya beda pendapat dengan orang lain.
Jika ditimbang-timbang, banyak ikhwan-akhwat yang tidak tahu duduk perkara pemahaman-pemahaman Salafi ini, apalagi di internet-internet ikhwan Salafiyun aktif sekali menyebarkan paham plus bantahan-bantahan. Tapi kami memandang kelompok Salafi ini memiliki sekian penyimpangan paham yang harus diingatkan, kami mendukung kritikan-kritikan membangun ke mereka, selagi tidak asal comot dan main emosi. Kami sepakat dengan Al Ustadz Al Thalibi yang menarik kesimpulan kalau Salafi itu sebenarnya kelompok hizbiyyah.
Bila pembaca mau yang lengkap dan original cari saja bukunya, Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, sudah beredar di toko-toko. GPK-Salafi cuma mengambil nukilan-nukilan penting yang sekiranya perlu diketahui bersama.
Ini jadi pelajaran juga buat Salafi, sebab mereka aktif mengkritik orang lain tapi tidak mau buka telinga mendengar kritikan orang lain. Kami sarankan kalau Salafi memang merasa paling benar, lihatlah buku Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan itu. Disamping itu sekarang semakin banyak juga yang menanggapi kritikan dan membikin buku yang isinya memaparkan siapa itu Salafi yang sebenarnya.
Contoh nukilan pandangan Al Ustadz Al Thalibi, yakni:
Luqman Ba’abduh menulis: “Ikhwanul Muslimin adalah suatu kelompok yang memprioritaskan gerak da’wahnya dalam rangka mewujudkan persatuan kaum muslimin di atas segala-galanya. Sehingga kelompok ini tidak menghiraukan berbagai praktik kekufuran, kebid’ahan, dan kesesatan yang tumbuh subur di tengah-tengah kaum muslimin.”
Komentar: Kalimat yang ditebalkan dari kutipan di atas merupakan bentuk tuduhan Luqman Ba’abduh terhadap Ummat Islam di seluruh dunia. Dia tidak merinci secara jelas praktik kekufuran apa yang tumbuh subur di tengah-tengah kaum Muslimin, dimana letaknya, serta bagaimana reaksi Ummat terhadapnya? Bahkan kekufuran itu pun masih ditambah dengan kebid’ahan dan kesesatan, padahal di antara bid’ah dan kesesatan itu ada yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Negara seperti Arab Saudi sendiri tentu masuk ke dalam kalimat “di tengah-tengah kaum muslimin”.
Dengan bukti seperti ini, sebenarnya Luqman Ba’abduh telah melakukan pengkafirkan Ummat Islam secara global. Seharusnya, Luqman Ba’abduh mensyukuri nikmat Allah atasnya, bahwa dia dilahirkan di negeri Muslim, hidup berdampingan dengan Ummat Islam, serta pernah menimba kebaikan dari kaum Muslimin. Sangat tidak layak dia menulis kalimat seperti itu.
Jika benar apa yang dikatakan Luqman Ba’abduh bahwa di tengah-tengah kaum Muslimin tumbuh subur kekufuran, maka di wilayah mana fenomena kekufuran itu merajalela? Di Arab Saudi? Di Yaman? Atau Indonesia? Jika Luqman Ba’abduh menyebut Indonesia, berarti dia selama ini hidup di lingkungan yang tumbuh subur kekafiran di dalamnya. Sungguh, Ummat Islam bisa sangat kesal atas klaim sok suci yang diperlihatkan oleh manusia satu ini. Seolah-olah hanya dirinya yang hidup muslimah, sedang orang lain hidup di tengah-tengah kekufuran yang tumbuh-subur. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.
Seandainya di tengah Ummat ini ada praktik kemusyrikan, apakah tidak ada pihak-pihak Ummat Islam yang berusaha memperbaiki keadaan itu? Apakah hanya Luqman Ba’abduh dan kawan-kawan Salafi saja yang peduli? Jika mereka benar-benar bertanggung-jawab, apa yang telah mereka lakukan untuk memperbaiki keadaan? Apakah mereka pernah membongkar kuburan-kuburan di masjid? Apakah mereka pernah membubarkan acara ‘Larung’ di Pantai Selatan? Apakah mereka telah membersihkan para dukun-dukun dan tukang sihir dari negeri ini? Apakah mereka telah memusnahkan pusaka, jimat, haikal, rajah, dst. dari rumah-rumah Muslimin? Apakah mereka telah berjuang untuk menghentikan acara-acara mistik di TV-TV?
Apa jawaban mereka? Paling-paling mereka akan berkata, “Oh ya, kami telah memerangi syirik dengan cara setiap saat berkumpul di majlis taklim, membahas dan diskusi kitab-kitab tauhid karya para ulama ahli ilmu.” Ketika didesak amalan kongkret, lebih dari sekedar duduk-duduk di majlis ilmu, mereka berkilah, “Ya, kami bertakwa kepada Allah sekuat kesanggupan kami. Kalau belum mampu berbuat, ya sabar dulu!” Laa quwwata illa billah. Klaim mereka telah melesat ‘setinggi langit’, tetapi ketika ditanya soal tanggung-jawab kongkret, jawabannya selalu itu-itu saja.
Maraji’: Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, Al Hujjah Press, Jakarta Timur, cetakan I April 2007, hlm. 100-101.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Istirahatkan hatimu sesaat-sesaat, karena hati itu kalau terus dipaksa akan menjadi buta”. Nasehat ini penting direnungkan, ternyata sesuatu itu kalau dipaksa-paksa jelek hasilnya. Termasuk merasa shaleh dengan menyandangan gelar Salafi, tidak tahunya hatinya rusak karena terjerumus TAKFIR kepada Umat Islam secara global.

BEGINILAH PANUTAN SALAFI
Ada cerita soal Abu Ihsan Al Atsari, seorang ustadz Salafi yang sering menulis di majalah As Sunnah Surakarta.
Penerbit At Tibyan Solo pernah menerbitkan buku ringkas yang judulnya At Tibyan juga, karangan Syaikh Sulaiman Nashir Al Ulwan, seorang ulama yang disegani di Saudi. Buku At Tibyan itu membahas soal sebab-sebab yang bisa mengeluarkan seseorang dari Islam. Salah satu poin yang ditulis Syaikh Sulaiman Al Ulwan soal pembatal keislaman seseorang yakni: Berhukum dengan selain hukum Allah.
Buku itu bagus, seperti buku Syaikh Muhammad Abdul Wahhab atau Syaikh Bin Baz yang bicara soal yang sama. Di Saudi buku itu tak masalah, tidak dilarang, tidak dicekal, tidak dituduh buku sesat. Tapi oleh orang-orang Salafi, macam Abu Ihsan Al Atsari dkk., buku macam itu dianggap masalah, sebab disitu berhukum dengan selain hukum Allah disebut sebagai pembatal keimanan. 
Suatu hari Abu Ihsan Atsari bertanya ke Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari (disingkat Syaikh Ali Hasan saja). Dia kirim SMS nanyakan kedudukan Syaikh Sulaiman Al Ulwan itu. Dia nanya ke Syaikh Ali Hasan: ”Syaikh, ini ada buku jelek berjudul At Tibyan, yang ditulis Syaikh Sulaiman Al Ulwan, di dalamnya ada begini begini... Bagaimana pandanganmu tentang penulis buku ini?” Syaikh Ali Hasan dengan enteng bilang: ”Huwa ka kitabihi”. Kalau diartikan: Syaikh Sulaiman Al Ulwan itu sama jeleknya seperti bukunya. Tulisan Abu Ihsan itu pernah dimuat di majalah As Sunnah tahun 2002 atau 2003.
Abu Ihsan itu bisa dibilang semprul... Dia nanya tapi sudah menghakimi duluan: ”Ini ada buku yang jelek.” Coba dia nanya ke Syaikh Sulaiman Al Ulwan dengan nanya begitu, apa dia berani? Lebih semprul lagi Syaikh Ali Hasan. Dia tidak tabayyun dulu, tidak cek bukunya, tidak periksa dulu dalil-dalilnya, langsung bikin penilaian: ”Dia (penulis buku itu) kayak kitab-nya (sama jeleknya).” Tidak ada wara’ sama sekali pada orang-orang itu. Habis begitu, Abu Ihsan sudah merasa dapat dalil qath’i untuk menghakimi buku At Tibyan itu, dalilnya fatwa nyeleneh dari Ali Hasan itu. Ini dimuat di majalah As Sunnah yang katanya ilmiah sesuai manhaj Salafus Shaleh.
Cerita lain lagi, masih soal Abu Ihsan Al Atsari. Sekarang berhubungan dengan perselisihan antara Syaikh Ali Hasan dengan Ja’far Umar Thalib yang pernah jadi panglima Laskar Jihad itu. Berita ini bersumber dari rekaman kaset diskusi beberapa orang ikhwan Salafi dengan Ja’far Umar Thalib yang berlangsung sebulan atau dua bulan lalu (disitu tidak ada tanggalnya, sekarang Mei 2007). Diskusinya sebenarnya soal hukum musik, tapi di tanya-jawabnya Ja’far Umar Thalib menjawab macam-macam pertanyaan. Disitu ada pertanyaan soal Syaikh Ali Hasan juga.
Kata Ja’far Umar Thalib, Abu Ihsan Al Atsari itu pernah nanya ke Syaikh Ali Hasan tentang dirinya. Abu Ihsan nanya, bagaimana dengan Ja’far yang telah begini-begini? Ali Hasan langsung menjawab: ”Hadza laa yajuz. Hadza kharij min manhajis salaf” Kalau diartikan: Ini tidak boleh. Ini telah keluar dari manhaj Salaf. Perkataan Ali Hasan itu dianggap fatwa buat Salafi untuk menilai penyimpangan Ja’far Umar Thalib.
Ja’far tidak terima dengan fatwa Syaikh Ali Hasan itu, sebabnya kata Ja’far, Ali Hasan itu sudah kayak temannya sendiri. Ja’far bilang, Ali Hasan pernah makan di rumahnya di Yogya, Ja’far juga pernah makan di rumah Ali Hasan di Yordan. Ja’far tidak terima divonis begitu saja oleh Ali Hasan.
Suatu hari Ja’far Umar Thalib ketemu Ali Hasan di rumah Syaikh Rabi’ di Saudi. Ja’far marah kepada Ali Hasan, sebab telah sembrono bikin penilaian, tanpa nanya-nanya dulu si empunya (orang yang difatwa). Disitu terjadi pertengkaran hebat antara Ja’far dengan Ali Hasan. Ja’far bilang, muka Ali Hasan sampai memerah. Ja’far tanya ke Ali Hasan, apa dia tahu siapa itu Abu Ihsan Al Atsari (penulis majalah As Sunnah) ? Kalau tidak tahu, tanya ke Ja’far. Kalau Ali Hasan tidak ada biaya buat nelpon, Ja’far minta di-miss call biar dia kontak balik ke Ali Hasan. Pokoknya Ja’far marah, sebab Ali Hasan bikin fatwa tidak nanya-nanya dulu dia. Akhirnya Ali Hasan bilang, dia kurang tahu-menahu soal pribadi Abu Ihsan Al Atsari.
Disitu juga Ja’far bilang, Syaikh Ali Hasan, Syaikh Salim Al Hilaly, Syaikh Masyhur Hasan Salman, itu thulabul ilmi (penuntut ilmu saja), belum setaraf ulama. Perkataan yang bilang kalau Syaikh Ali Hasan itu murid terbaiknya Syaikh Albani, itu tidak SAHIH sebab cuma bersumber dari cucunya Syaikh Albani yang tidak punya reputasi ilmiah. Kalau yang bilang ulama-ulama besar riwayatnya bisa diterima, tapi kalau cuma cucunya Syaikh Albani itu majhul (tidak dikenal). 
Cerita Ja’far Umar Thalib itu tidak bicara soal buruknya akhlak Syaikh Ali Hasan yang gampang menilai orang lain, tidak tabayun dulu, gampang berubah pendirian setelah terdesak (dia mengaku kurang kenal Abu Ihsan Al Atsari). Tapi disini juga ada masalah, soal Abu Ihsan itu sendiri. Bagaimana cara orang macam begitu kalau nanya ke seorang Syaikh ya ? Apa maunya dituruti melulu hawa nafsunya ? Apa begitu akhlak Salafi ? Wiiihhh, jauh bangeeet ya. Dia kalau nanya sudah apriori duluan. Ingat lagi soal kitab At Tibyan yang disebut jelek itu.
Ada kutipan dari fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiyah Wal Ifta’, no. 21517, tanggal 14-6-1421 H. Lajnah Daimah menilai dua buku Tahdzir Min Fitnatit Takfir dan Shaihatun Nadziir yang disusun Syaikh Ali Hasan Al Atsari. Kedua buku itu telah dinilai menyimpang, salah satu alasannya yakni: (3) (Ali Hasan) menyebutkan sebuah pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –semoga Allah merahmatinya- di halaman 17-18, bahwa hukum bagi Mubaddal (pengganti hukum Syariah Allah) menurut Syaikhul Islam ialah tidak kufur, kecuali jika penggantian itu terjadi dengan pengetahuan (telah tahu ilmunya), dengan keyakinan di hati, dan melakukan penghalalan terhadap apa-apa yang diharamkan. Pernyataan seperti ini tidak memiliki dasar dari pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –semoga Allah merahmatinya-. Sebagaimana diketahui bahwa beliau (Ibnu Taimiyyah) adalah pembela madzhab Salaf Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sedangkan madzhab yang telah dikemukakan itu (yaitu pemikiran Ali Hasan Al Halabi) sungguh-sungguh adalah madzahab Murjiah”. (DSDB2: Menjawab Tuduhan, hlm. 163).
Begini ini contoh panutan-panutan Salafiyun, orang-orang yang menyangka dirinya ikut Salafus Shaleh, padahal mereka punya keyakinan Murji’ah yang menyimpang dari jalan yang lurus. Pemikiran Murji’ah ini serius sekali lho, apalagi kalau disebutnya sebagai pengikut Salafus Shaleh. Tidak betul macam itu.
Apa yang ana susun itu memang untuk peringatan bagi ummat, juga sebagai nasehat bagi ikhwan-ikhwan Salafi. Data-datanya bisa dirujuk ke sumber aslinya, tidak ada kebohongan disini, insya Allah. Kata Nabi, "Siapa yang melihat suatu kemungkaran ubahlah dengan tanganmu, kalau tak mampu dengan lisanmu, kalau tak mampu dengan hatimu, yang begitu itu (mengubah dengan hati) ialah selemah-lemah iman". Di buku rujukan Salafi, membantah kesesatan termasuk bagian amar makruf nahi munkar. Apa yang ana buat ini juga untuk tujuan itu.
Gerakan Penyedaran Kaum Salafi (GPK-Salafi)
Kemudian dari Salafi memberikan tanggapan atau komentar, penjelasan tentang darimana nama SALAFI, yang disusun oleh Syeikh Albani, berikut ini.
MENGAPA KITA MEMAKAI NAMA SALAFY?
Oleh: Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Soal:Mengapa kita memakai nama Salafy ? apakah penamaan itu bukan termasuk ajakan kepada hizbiyah atau thaifiyah (seruan untuk berfanatik kepada kelompok tertentu) ataukah merupakan kelompok baru dalam Islam?
Jawab:Sesungguhnya istilah Salaf sudah dikenal dalam bahasa Arab maupun dalam syariat Islam. Namun yang kita utamakan disini adalah pembahasan nama tersebut dari segi syariat.
Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kewafatannya, beliau berkata kepada Fathimah radhiallahu anha: "Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu."
Dan para ulama pun sangat sering menggunakan istilah salaf sehingga terlalu banyak untuk dihitung. Dan cukuplah salah satu contoh yang biasa mereka gunakan sebagai hujjah untuk memerangi bid'ah: 'Segala kebaikan adalah dengan mengikuti jejak Salaf. Dan segala kejelekan ada pada bid'ahnya kaum khalaf '. Tetapi ada sebagian orang yang mengaku ulama (ahlul ilmi) menolak penisbatan (penyandaran) diri kepada Salafi ini. Mereka menganggap penisbatan ini tidak ada asalnya sama sekali! Menurut mereka, seorang muslim tidak boleh mengucapkan : "Saya pengikut para Salafus Shalih dalam segala apa yang ada pada mereka baik dalam beraqidah, ibadah maupun berakhlak."
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini, kalau memang demikian yang mereka maksudkan, menunjukkan adanya tindakan untuk melepaskan diri dari pemahaman Islam yang shahih (benar) sebagaimana yang dipahami dan dijalani oleh salafus shalih dan pemimpin mereka Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Seperti tersebut dalam hadits mutawatir yang terdapat dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lain bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Shahabatku), kemudian yang sesudahnya (Tabi'in), kemudian yang sesudahnya (Tabi'ut Tabi'in)".
Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh melepaskan diri dari penisbatan kepada Salafus Shalih. Sebab tidak mungkin para ulama akan menisbatkan istilah salaf kepada kekafiran maupun kefasikan. Sementara orang-orang yang menolak penamaan itu sendiri, apakah mereka tidak menisbatkan dirinya kepada salah satu madzhab yang ada? Baik madzhab yang berhubungan dengan aqidah maupun fiqih? Mereka ini kadang-kadang ada yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau Maturidiyah.
Ada pula yang menisbatkan dirinya kepada para ahlul hadits seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, atau Hambaliyah yang (kelima madzhab yang terakhir ini) masih termasuk dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Padahal orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy'ariyah atau madzhab imam yang empat (al-Aimmah al-Arba'ah) tidak diragukan lagi bahwa mereka itu menisbatkan diri kepada person atau orang-orang yang tidak ma'shum (terpelihara dari kesalahan), meskipun diantara mereka terdapat ulama yang benar.
Alangkah lebih baik kalau sekiranya mereka mengingkari penisbatan kepada orang-orang yang tidak ma'shum tersebut. Adapun orang yang menisbatkan diri kepada salafus shalih, sesungguhnya dia telah menisbatkan dirinya kepada yang ma'shum (yakni Ijma' para shahabat secara umum). Nabi shalallahu 'alaihi wasallam telah menyebutkan ciri-ciri Al-Firqah An-Najiyah (golongan yang selamat), yaitu mereka yang senantiasa berpegang kepada sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan sunnah para Shahabatnya ridhwanullah 'alaihim 'ajma'in.
Barangsiapa berpegang teguh kepada sunnah mereka, maka dia pasti akan mendapat petunjuk dari Rabbnya.
Penisbatan kepada salaf ini akan memuliakan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka dan akan menuntunnya dalam menempuh jalan Al-Firqah An-Najiyah. Sedangkan orang yang menisbatkan dirinya kepada selain mereka, tidaklah demikian keadaannya. Karena dalam hal ini dia hanya mempunyai dua alternatif.
Pertama, boleh jadi dia menisbatkan diri kepada seseorang yang tidak ma'shum.
Kedua, dia menisbatkan dirinya kepada orang-orang yang mengikuti madzab tersebut yang tentu saja tidak ada kema'shuman sama sekali.
Sebaliknya para shahabat Nabi shalallahu 'alaihi wasallam secara keseluruhan merupakan orang-orang yang terpelihara dari kesalahan. Dan kita telah diperintahkan untuk berpegang teguh kepada sunnahnya shalallahu 'alaihi wasallam dan sunnah para shahabatnya. Hendaklah kita senantiasa konsisten terhadap pemahaman Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj (metode pemahaman) para shahabat. Agar kita tetap berada di dalam "al-'ishmah" (terlindung dari kesesatan) dan tidak menyimpang dari manhaj mereka, dengan memakai pemahaman sendiri yang sama sekali tidak didukung oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Kemudian, mengapa tidak cukup bagi kita dengan hanya menisbatkan diri kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah saja, tanpa pemahaman Salafus Shalih? Maka dalam hal ini ada dua sebab :
Pertama, sebab yang berhubungan dengan nash-nash syar'iah.
Kedua, sebab yang berhubungan dengan kenyataan yang ada pada kelompok-kelompok Islam.

Penjelasan.
1. Yang berhubungan dengan sebab pertama :
Kita temukan dalam nash-nash syar'iah, perintah untuk mentaati segala sesuatu yang disandarkan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana firman Allah Ta'ala :"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri (ulama dan umara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (As-Sunnah), bila kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa:59)
Seandainya ada seorang Waliyul Amri (pemimpin kaum muslimin) yang telah dibaiat oleh kaum muslimin maka kita wajib taat kepadanya, sebagaimana kita wajib taat kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Meskipun dia dan para pengikutnya kadang-kadang berbuat salah. Kita wajib taat kepadanya untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena perselisihan tersebut, tetapi ketaatan itu harus dengan syarat yang sudah dikenal, yaitu:
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah." (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no.197)
Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman : "Barang siapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalannya Sabilil Mukminin (para shahabat), maka kami biarkan dia tenggelam dalam kesesatan (berpalingnya dia dari kebenaran) dan kami masukkan ke neraka Jahannam. Dan itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali." (An-Nisa':115)

Sungguh, Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Tinggi sehingga tidak mungkin Dia berkata tanpa faedah dan hikmah. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa penyebutan Sabilul Mukminin (jalannya orang-orang mukmin) dalam ayat ini mempunyai hikmah dan faedah yang sangat tinggi.
Penyebutan ini menunjukkan bahwa di sana ada suatu kewajiban yang sangat penting, yaitu : ittiba' kita terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah harus sesuai dengan manhaj yang dipahami dan dijalankan oleh generasi awal kaum muslimin, para shahabat ridhwanullah alaihim kemudian generasi berikutnya (para tabi'in), kemudian generasi berikutnya (tabi'ut tabi'in). Dan seruan inilah yang senantiasa dikumandangkan oleh Da'wah Salafiyah sekaligus menjadi rujukan utama mereka, baik dalam asas dakwah maupun dalam manhaj tarbiyah.
Sesungguhnya dakwah Salafiyah pada hakekatnya hendak menyatukan umat Islam, sedangkan dakwah-dakwah yang lain justru sebaliknya memecah-belah umat. Allah Ta'ala berfirman : "Dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar." (At-Taubah:119)
Maka barang siapa yang ingin memisahkan Al-Kitab dan As-Sunnah di satu sisi dan para Salafus Shalih di sisi lain, dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka selamanya dia tidak akan menjadi orang yang shadiq (benar).

2. Yang berhubungan dengan sebab kedua.
Kelompok-kelompok dan partai yang ada pada zaman ini tidak mau beralih secara total kepada Sabilul Mukminin yang tersebut pada ayat di atas, yang hal ini diperkuat oleh beberapa hadits. Antara lain hadits "Iftiraqul Ummah" (perpecahan umat) menjadi 73 firqah (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yang ciri-ciri mereka telah disebutkan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam : "Golongan itu ialah yang mengikuti sunnahku dan sunnah para shahabatku hari ini." (lihat : Silsilah Al-Hadits Ash-Shohihah, Syaikh Al-Albani no 203 & 1192)
Hadits ini serupa dengan ayat di atas (QS. An-Nisa: 115), dimana keduanya menyebutkan Sabilul Mukminin. Kemudian dalam hadits lain dari Irbadh bin Sariyah, Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku" (lihat: Irwa'ul Ghalil,Al-Albani no 2455)
Berdasarkan keterangan di atas, maka di sana ada sunnah yang harus kita pegang teguh yaitu sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan sunnah khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, kita wajib kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Sabilul Mukminin (jalannya para shahabat). Tidak boleh kita mengatakan: "Kami memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman sendiri, tanpa memandang sedikitpun pada pemahaman Salafus Shalih."

Pada zaman sekarang ini, kita harus melakukan bara' (pemisahan diri) yang betul-betul bisa membedakan diri kita dengan golongan sesat lainnya. Tidak cukup bagi kita hanya dengan mengucapkan: "saya muslim" atau "madzhabku Islam", sebab golongan-golongan yang sesatpun menyatakan demikian. Seperti kaum Syiah Rafidhah, Ibadhiyyah, Qadiyaniyyiah (Ahmadiyah) maupun golongan-golongan sesat lainnya. Sehingga apa bedanya kita dengan golongan sesat tersebut?

Bila kita mengatakan : "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah." Ucapan ini masih belum cukup karena kelompok-kelompok (sesat) seperti Asy'ariyah, Maturidiyah, dan kaum Hizbiyah, mereka juga mengaku mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang serta dapat membedakan antara golongan yang selamat dengan golongan yang sesat ialah dengan mengatakan: "Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih" atau lebih singkatnya: "Saya Salafi!"

Oleh sebab itu, sesungguhnya kebenaran yang tidak bisa disangsikan lagi ialah : tidak cukup kita hanya bersandar dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa tuntunan dari manhaj Salafus Shalih, baik dalam pemahaman dan pola pikir, dalam ilmu dan amal, maupun dalam dakwah dan jihad.

Kita semua mengetahui bahwa mereka semua (para Salafus Shalih ridhwanullah alaihim ajma'in) tidak fanatik terhadap satu madzhab atau kepada individu tertentu. Sehingga kita tidak pernah menemukan di antara mereka ada yang bersikap fanatik tergadap Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, ataupun Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhum.

Bahkan sebaliknya seorang diantara mereka jika memungkinkan untuk bertanya kepada Abu Bakar atau Umar atau Abu Hurairah, maka mereka akan bertanya kepadanya (tanpa memilih-milih). Semua itu mereka lakukan karena mereka meyakini bahwa tidak boleh seseorang memurnikan ittiba'nya kecuali kepada seorang yaitu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Sebab beliau shalallahu 'alaihi wasallam tidaklah berkata menurut hawa nafsunya, melainkan hanyalah berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Kalaupun kita bisa menerima bantahan orang-orang yang mengkritik pemahaman salafi, sehingga kita cukup hanya menamakan diri dengan istilah muslim saja, tanpa menisbatkan diri kepada Salafus Shalih meskipun penisbatan tersebut merupakan penisbatan yang mulia dan shahih. Lantas apakah dengan demikian orang-orang yang mengkiritik itu bersedia melepaskan diri dari penamaan terhadap kelompok-kelompok, madzhab-madzhab, thariqat-thariqat mereka meskipun penisbatan itu semua tidak syar'i dan tidak shahih?
"Cukuplah bagimu perbedaan diantara kita ini. Dan setiap bejana akan memancarkan air yang ada di dalamnya." Allahlah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dan Dialah tempat meminta pertolongan.
(Edisi Perdana Salafy/Syaban/1416/1995, Rubrik Mabhats, hal 8-10)
www.abdurrahman.wordpress.com
Kemudian selanjutnya dari Salafi berkata, “ana sudah banyak baca bahan-bahan seperti dari Antum itu.” Di buku DSDB II: Menjawab Tuduhan, bagian Pro Kontra Istilah Salafi (bagian depan) sudah dibahas panjang-lebar. Silakan rujuk kesitu. Disitu Al Ustadz Al Thalibi membantah pandangan-pandangan seperti yang Antum nukil itu. 

GPK-Salafi menjawab: Coba Antum hadirkan satu nash dari Al Qur'an atau hadits shahih yang memerintahkan ummat Islam memakai nama Salafi atau menyebut dirinya sebagai kaum Salafi. Satu saja, sebutkan nash yang qath'i, bukan nash yang sudah ditafsirkan panjang-lebar, yang memerintahkan ummat memakai nama Salafi. Misalnya, adakah nash yang bunyinya, "Pakailah nama Salafi!" atau "Sebutlah diri kalian sebagai kaum Salafi!"
Kalau nash macam begitu gak ada, tandanya Salafi telah bikin-bikin bid'ah yang menyimpang dari Syariat Islam. Iya kan? 

SALAFI ITU ILMIYAH ATAU NGAWUR ?
Tambah lama mempelajari pemikiran orang-orang Salafi, kita jadi pusing sendiri. Orang-orang ini maunya apa ya, kok semakin ngawur saja? Kami tidak asal tuduh atau asal bikin kontroversi. Kami punya bukti-bukti nyata dari majalah mereka sendiri, majalah Adz Dzakhirah terbitan Surabaya.
Orang-orang yang tidak suka sama kami menuduh cara-cara beginian sama saja dengan meng-attack Salafi, memperkeruh masalah, tidak berdiskusi secara ilmiah, main fitnah saja. Hai lihatlah sini wahai pembaca yang budiman, mengapa ketika kami menyusun kritikan-kritikan tajam ke Salafi kami dibilang mengumbar fitnah, sedangkan mereka selama ini sangat banyak menyalah-nyalahkan ummat, menyalah-nyalahkan dai dan gerakan dakwah? Apa kalau Salafi bikin onar, dia dibilang sedang menunaikan hak ilmiah, sementara kalau tuan-tuan kami beri bukti penyimpangan Salafi, tuan-tuan menuduh kami mengumbar fitnah? Tidak tuan, kritikan-kritikan ini akan terus melaju sampai mereka tidak bisa mengkritik orang lain, sebelum mengkritik dirinya sendiri.
Inilah sebagian buktinya:…
Adz Dzakhirah edisi 25/Th. V/Dzul Hijjah 1427, hlm. 4-5, tulisan judulnya yakni “Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah”, catatan kaki oleh Abduurahman bin Thaiyib, Lc. Bagian catatan kaki no. 9, ada tulisan begini: “Fauzan Al Anshari sosok Mujahidin yang lantang suaranya, namun kosong dari ilmu agama dan dari petunjuk ulama Ahlus Sunnah. Maka berhati-hatilah!!”
Apa itu artinya kosong ilmu agama dan dari petunjuk ulama Ahlus Sunnah? Itu artinya Fauzan jahiliyah 100 persen. Itu artinya, Fauzan tidak ada ilmu Islam sedikit pun di dirinya. Dia jahiliyah, seperti orang-orang yang tidak mengenal Islam sedikit pun. Apa benar Fauzan macam begitu? Wah, gawat ini…
Adz Dzakhirah edisi yang sama, catatan kaki no. 23, disitu Abdurrahman bin Thaiyib, Lc, menulisa sangat kasar: “Dan sekarang juga Dakwah Salafiyah mengatakan: Dilarang keras membaca buku-buku Sayyid Quthb, Hasan Al Banna, Sa’id Hawwa, Aidh al Qarni, Salman al Audah, Safar al Hawali, dan penyesat ummat lainnya, dan meninggalkan orang-orang yang membelanya. Semoga Allah menganugerahi kita cahaya Sunnah. Amin”.  

Wah wah wah, makin tidak terkendali. Bayangkan orang macam apa yang berani bikin maklumat larangan macam begitu, lalu diakui itu suara Dakwah Salafiyah? Hiihhh, na’udzubillah min dzalik. Menurut kami yang penyesat ummat ya orang-orang macam Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. Menurut sangkaan kami, orang macam itu seperti dilukiskan oleh Nabi sebagai dai-dai yang berdiri di dekat pintu jahannam. Kami berlindung dari fitnah yang terlontar dari mulut siapa saja. 
Kalau mau jujur, apa Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. pernah mengangkat senjata menyerang Yahudi? Ingat lho ya, Syaikh Hasan Al Banna itu pernah menyerang orang-orang Yahudi di Israel bersama Mujahidin IM. Bin Thaiyib itu tidak memudharatkan orang kafir, tapi semangat nyerang saudaranya sendiri. Sadar Ustadz…
Adz Dzakhirah edisi yang sama, tulisan judulnya “Pengaku Kelompok Sunnah”, ditulis oleh Abdurrahman bin Thaiyib, Lc., hlm. 19. ...Oleh sebuah kelompok dakwah Sunniyah, Salafi dituduh begini: “Namun mereka juga sangat gencar memporak-porandakan setiap usaha dakwah yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka”.
Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. menjawab begini: “Dakwah Salafiyah hanyalah memporak-porandakan dakwah sesat dan menyesatkan seperti dakwahnya Sayyid Quthb dan Hasan al Banna. Dan itulah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika di Makkah, beliau memporak-porandakan kaum musyrikin. Demikian pula dengan para Salafush Shalih, mereka memporak-porandakan kelompok-kelompok sesat seperti Khawarij dan Mu’tazilah”.
Apabila ditelaah lebih dalam, banyak kesesatan yang menyebar dari kalimat-kalimat Abdurrahman bin Thaiyib, Lc di atas, yakni begini: 
-   Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memporak-porandakan kaum musyrikin ketika beliau masih dakwah di Mekkah. Beliau baru menghancurkan berhala-berhala kaum musyrikin setelah Fathul Makkah, dan itu setelah orang Makkah masuk Islam. Beliau selama di Makkah lebih mengutamakan sabar, tidak menyerang sesembahan orang-orang musyrik, membodoh-bodohkan sesembahan mereka. Itu bukan memporak-porandakan seperti igauan Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. 
-   Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. menyamakan dakwah Sayyid Quthb dan Hasan al Banna seperti kaum musyrikin yang diporak-porandakan Rasulullah di Makkah. Itu berat banget Ustadz, Antum menyamakan muslim dengan orang-orang kafir.
-   Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. menuduh dakwah Sayyid Quthb dan Hasan al Banna sebagai sesat dan menyesatkan.
-   Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. jelas-jelas telah menghalalkan kekerasan dalam dakwah Islam, padahal sudah sama-sama diketahui dakwah itu hikmah, pelajaran yang baik, berdebat secara ihsan (QS. An Nahl 125).
-   Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. menyamakan dakwah Sayyid Quthb dan Hasan al Banna seperti kaum Khawarij dan Mu’tazilah. 
Kesan kami setelah menelaah ucapan-ucapan di atas yakni: Kacau, ngawur, sembrono, berantakan, dst. Abdurrahman bin Thaiyib, Lc. itu dibilang sama Abu Salma sebagai Ustduna al Fadhil (guru kami yang mulia). Pantesan muridnya macam begitu, lha wong gurunya pahamnya sesat-menyesatkan.
Di buku DSDB II: Menjawab Tuduhan, banyak juga disebut bukti-bukti penyimpangan pemikiran orang-orang yang mengaku dirinya Salafi itu. Salah satunya itu pemikiran Abu Umar Basyir, ustadz Salafi yang terkenal di Solo/Yogya yang menulis buku best seller “Sutra Ungu”.
Abu Umar Basyir: “Tapi Salafiyah tidak boleh dikotak-kotakkan. Dakwah Salafiyah adalah satu”. (DSDB II: Menjawab Tuduhan, hlm. 202-203).
Al Ustadz Abu Abdirrahman Al Thalibi menjawab perkataan di atas: “Saya terus-terang heran dengan suatu kaum. Mereka mengaku pengikut Salafus Shalih, tetapi tidak mengerti manhaj-nya. Kata “Tidak boleh” dalam Islam itu artinya HARAM atau TERLARANG. Untuk sampai pada kesimpulan TAHRIM (pengharaman), jelas harus ada dalil-dalil yang qath’i dari Kitabullah dan Sunnah Nabawiyah. Bukankah dalam kaidah fiqih dikatakan, “Al aslu fin nahyi lit tahrim” (asal dari perkara larangan itu adalah untuk mengharamkan). Bagaimana seorang Ahlus Sunnah mengatakan ini halal, ini haram, tanpa dilandasi suatu ketetapan Syar’i yang jelas? Cara seperti itu justru merupakan bid’ah yang diada-adakan. 

Tidak masalah membagi Salafiyah sebanyak apapun, sebab istilah itu hanya hasil kesimpulan hukum, bukan berdasarkan ketetapan Syariat yang jelas dan tegas (qath’i). Kita tidak berdosa kepada Rabbul ‘alamin dengan menyebut Salafi A, Salafi B, dst. sebab tidak aturan yang mengharamkan hal itu. Hanya saja, jika istilah Salafiyah dianggap sebagai suatu nama yang disukai oleh sebagian orang-orang beriman, maka menjaga perasaan mereka adalah lebih utama”. (DSDB II, hlm. 203).
Pesan kami ke ikhwan-ikhwan Salafiyun, lihatkah bukti-bukti itu dengan mata terbuka, jangan cuma mementahkan apa-apa yang ditujukan kepada Anda. Janganlah membelokkan pembicaraan, tetapi hadapilah saudara. Kami bersemangat membuktikan bahwa pemikiran-pemikiran dakwah Anda salah, Anda tidak meniti firqah najiyyah, tetapi firqah dhalalah… Sayangi diri Anda tuan-tuan dari berpegang ke sesuatu yang dikiranya benar, padahal sesat. Na’udzubillah min dzalik.
Majalah Adz Dzakhirah termasuk majalah Salafi yang cukup terkenal, terbitnya di Surabaya di bawah Ma’had Ali Al Irsyad, pimpinan redaksinya Abdurrahman bin Thayib, Lc. Majalah itu seperti As Sunnah (Surakarta), Al Furqan (Gresik), jadi rujukan kaum Salafiyun di Indonesia. Itu sekilas soal majalah Adz Dzakhirah. 

Edisi kemarin, Adz Dzakhirah Vol. 6 No. 4, edisi 29, Rabi’uts Tsani 1428 H, di rubrik SUARA PEMBACA, hlm. 3 memuat isi yang mengandung kontroversi. Ada seorang pembaca yang bertanya ke redaksi Adz Dzakhirah soal duduk-perkara Fauzan Al Anshari, juru bicara MMI. Orang itu tanya, kenapa Adz Dzakhirah kalau bahas Fauzan isinya mencela melulu? Memangnya Fauzan itu masuk golongan apa? Padahal katanya Fauzan juga mengajar di PT yang Ahlussunnah.  

Dapat pertanyaan begitu, redaksi majalah Adz Dzakhirah lantang menjawab begini: “Fauzan Al Anshari termasuk golongan Khawarij yang mengaku-ngaku ahlussunnah. Untuk lebih jelasnya, lihat Adz Dzakhirah edisi 15 dan 16 (menepis tuduhan membela kebenaran)”. (Adz Dzakhirah, edisi 29, hlm. 3). 
Enak banget ya kalau vonis-memvonis segampang itu. Ada gini-gini, langsung vonis, langsung tembak, dorrr….
Khawarij itu di hadits-hadits dibilang halal darahnya untuk diperangi, keluar dari Islam seperti meluncurnya anak panah dari busurnya (melesat cepat), mereka anjing-anjing neraka, mereka seburuk-buruk makhluk di bawah kolong langit, orang yang memerangi mereka manusia terbaik, dst.
Orang-orang Salafi sering berdalih, “Bedakan antara vonis muthlaq dan mu’ayyan. Vonis mu’ayyan (kepada pribadi-pribadi) tidak boleh sembarangan!” Lha, kalau vonis ke Fauzan Al Anshari di atas itu masuk mana ya? Vonis muthlaq atau mu’ayyan? Yang namanya orang berakal pasti tahu, itu kan vonis mu’ayyan. Maka itu tuh, Salafiyun jangan cepat mengelak ya, ini buktinya mereka bikin vonis mu’ayyan.
Di buku DSDB II: Menjawab Tuduhan , disitu dibahas tulisan-tulisan Abu Salma bin Burhan Al Atsari. Abu Salma ini banyak sekali mencela Al Ustadz Abu Abdirrahman Al Thalibi. Celaan-celaan Abu Salma dirangkum Ustadz Al Thalibi di bab Koleksi Celaan dan Semerbak Pujian , hlm. 129-138. Ustadz Al Thalibi mencatat sekurangnya 16 celaan keras Abu Salma kepada dirinya, masih ditambah lagi 12 kesimpulan Abu Salma yang isinya celaan semua ke Ustadz Al Thalibi.
Contoh celaan Abu Salma, No. 14 yakni: “Di sisi kalian dusta itu sangat murah harganya. Tanpa ditakar dan ditimbang, mereka menghamburkannya”. Disini Abu Salma menuduh Ustadz Al Thalibi sebagai pendusta yang banyak berdusta. Hoho, dia tidak punya bukti satu pun soal kedustaan Ustadz Al Thalibi. Tunjukkan satu saja ya Abu Salma kedustaan orang yang engkau tuduh!
Contoh celaan asli Abu Salma, No. 10 yakni: “Tulisan ath Thalibi ini menunjukkan bahwa ath Thalibi mudah menuduh orang lain suka memvonis, padahal dirinya adalah orang terdepan yang gemar memvonis secara bathil ”.
Abu Salma itu tampaknya marah manakala Ustadz Al Thalibi menunjukkan kepada ummat Islam bahwa Abu Salma ini suka memvonis orang lain secara sembrono, khususnya vonis takfir (pengkafiran) kepada Ikhwanul Muslimin. Beliau hanya menunjukkan bukti-bukti kalau Abu Salma memvonis takfir. Di buku DSDB II itu dijelaskan bukti-buktinya secara gambling. Tapinya Abu Salma mencela Ustadz Al Thalibi dengan sangat keras sekali (sekitar 16 celaan + 12 kesimpulan celaan dari Abu Salma). Hiihhh, kok ada yang murah-meriah memvonis macam begitu ya…
Hadits Nabi, “Mencaci seorang Muslim adalah fasiq dan memeranginya adalah kufur”. (Riwayat Bukhari-Muslim, DSDB II, hlm. 137).
Kalau melihat Salafi macam begitu, kita gak nafsu deh buat ikut pemikiran-pemikiran mereka. Tapi orang-orang yang masih fanatik sama Salafi sangat banyak. Mereka sudah menutup mata-telinga untuk suatu perubahan yang lebih baik.
Kenapa bisa begitu ya? 
Satu, mereka sudah kadung gengsi sebagai Salafi.
Dua, mereka benci banget sama harakah-harakah dakwah, makanya alergi sama harakah.
Tiga, mereka tidak punya teman-teman, selain shahib-shahib pengajiannya.
Empat, mereka udah terlanjur dikenal sebagai “hakim aliran-aliran”, masak hakim mau menyerah kalah?
Lima, mereka kagum sama pakaian gamis & celana setengah betis, kagum sama jilbab hitam-hitam dan cadar, kagum sama slogan “no music here”, kagum sama shalat yang agak lama-lama, kagum sama janggut yang lebat-lebat, dst.
Secara obyektif, Ahlussunnah di Saudi beda sama Salafi macam begitu, meskipun mereka sering mengambil pendapat-pendapat ulama Saudi.
GPK-Salafi. 

Ada seseorang memberikan komentar, “Udahlah mas gpk-salafi.. jangan asal 'hit and run' gitu dong..”

Kemudian dijawab oleh GPK Salafi, berikut ini...
Nggak kok, kalo emang ada waktu ya dikomentarin. Tapi kalo lagi mepet, cuma posting aja. Kalo "tune in" disini aja, wah berapa ntar bayar warnetnya ya ? Lagian, tujuannya emang begitu. Gini lho ya... 

Salafi udah populer banget suka mengkritik, mencela, menuduh macam-macam... Buku-buku Salafi yang temanya 'Bantahan' udah gak keitung, ntah berapa jumlahnya. Kalo ada yang menjawab tuduhan, macam Al Ustadz Al Thalibi itu, Salafi seharusnya baca dong buku itu, jangan cuma tahu luarnya doang... (jadi inget iklan, "Wuiih Dick Doang..." "Apa mirip doang?"). Kalo Antum merasa sebagai AHLUL HAQ, sebagai satu-satunya firqatun najiyah, ya baca buku itu, lihat isinya. Jangan kalau ngritik orang tidak ukur-ukur, giliran balik dikritik, sembunyi, tidak mau membaca isi kritiknya... Salafi kok begitu. Apa salafus salih macam begitu ya ?
Kami gak 'hit and run', cuma lihat kesempatan aja... 

Ternyata secara tiba-tiba ada komentar dari SALAFI nyeletuk sengit
والدّعاوى مالم تقيمواعليها
بيّنات أصحابها أدعياء
Segala tuduhan tanpa bukti
Maka pelontarnya hanya pembual semata

Dijawab oleh GPK Salafi, begini :
Sudah ada buktinya itu, lihat disana, jangan asal komentar tapi tidak ngerti yang ditulis... Salafi macem kalian ini bisanya cuma menuduh tanpa bukti. Itu periksa tulisan-tulisan M. Arifin Badri, Luqman Ba'abduh, Abu Salma, atau coba baca buku Al Ustadz Al Thalibi. Tapinya kalian kan tidak berani baca buku itu, sebabnya disana firqah kalian di-aduk-aduk sama penulisnya. Mendingan kalimat-kalimat macam begitu buat kalian sendiri saja deh... Oke Mas ?
USTADZ SALAFI SERING MENGKAFIRKAN
Contoh TAKFIR ustadz-ustadz Salafiyun banyak disebutkan di buku Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, hasil karya Al Ustadz Abu Abdirrahman Al Thalibi. Buku beliau itu bisa menjadi arsip penting buat aktifis-aktifis yang pingin tahu sepak-terjangnya kaum Salafi. Mereka menuduh orang lain Khawarij karena mengkafirkan ini itu, tapi mereka juga buat takfir.
Contoh TAKFIR ala Salafi, yakni di bawah ini:
1. Luqman Ba’abduh menulis: “Da’wah tauhid ini juga menyebar ke segenap penjuru. Da’wah tauhid ini juga sampai kepada para ‘ulama di luar Jazirah Arab. Sehingga sangat banyak dari umat Islam yang terkesan dan tertarik dengan da’wah tauhid ini, baik dari mereka yang ada di India, Indonesia, Afghanistan, Afrika dan Maghrib (Maroko), maupun yang di Mesir, Syam (Syria, Yordania, Libanon, dan Palestina), Iraq, dll. Sejak saat itu pula terjadi permusuhan dan peperangan sengit antara tentara tauhid dengan tentara kemusyrikan, antara lain tentara Mesir dan Turki. Mereka benci dan tidak suka ketika tauhid dan sunnah berkibar”. Maraji’: Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, hlm. 99.
(Dari kami: Tentara Mesir dan Turki disebut oleh Luqman Ba’abduh sebagai tentara kemusyrikan. Mungkin disamakan dengan musyrikin Quraisy, atau musyrikin Majusi, Hindu, Budha, Sinto, dst.).
2. Luqman Ba’abduh menulis: “Demikian juga di masa Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau harus berhadapan dengan musuh-musuh tauhid dan sunnah dari kalangan musyrikin dan aliran-aliran sesat. Di antaranya adalah Daulah ‘Utsmaniyah Turki dan Mesir, dimana negeri tersebut mendukung dan menyokong kemusyrikan dan kebid’ahan yang otomatis berseberangan dan tidak sejalan dengan da’wah tauhid yang sedang berkibar di Najd.” Maraji’: Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, hlm. 103.
(Dari kami: Luqman Ba’abduh menuduh Daulah ‘Utsmaniyyah Turki dan Mesir sebagai musuh tauhid, musuh sunnah, dari kalangan musyrikin, dari kalangan aliran sesat, pendukung & penyokong kemusyrikan, pendukung & penyokong kebid’ahan. Lihatlah betapa beraninya Luqman soal tuduhannya itu, padahal nanti di akhirat tuduhan itu akan ditanyakan ke dia lagi.).
3. Abu Salma Al Atsary: “Ucapan Pak Budi Azhari (DPW PKS Jakarta –pen) bahwa Syaikh Muhammad Aman al-Jami rahimahullahu lebih kasar daripada Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu dan syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah, adalah berangkat dari sikap apriori, kebencian dan kejahilannya terhadap hakikat Syaikh Muhammad Aman al-Jami. Padahal, tidak musti setiap kekasaran dan ketajaman lisan pasti buruk. Apalagi apabila ditujukan kepada ahlul bid’ah pengagung kesesatan, kesyirikan dan kebid’ahan yang keras kepala.” Maraji’: Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak II: Menjawab Tuduhan, hlm. 61.
(Dari kami: Abu Salma Al Atsary menuduh kelompok Islam/Ikhwanul Muslimin sebagai ahli bid’ah pengagung kesesatan, kesyirikan, kebid’ahan yang keras kepala. Mengagungkan kesesatan, kesyirikan, kebid’ahan akibatnya ya kafir, apalagi kalau bukan begitu?). 
Begitulah nasib orang-orang yang suka menuduh orang lain Khawarij/Khariji, ternyata dirinya sendiri juga tukang mengkafirkan. Umat Islam harus hati-hati, jangan terjebak oleh dalil-dalil Salafi yang kelihatan ilmiah & berbobot, padahal disitu ada juga kesesatan-kesesatannya. Contohnya itu seperti yang kami muat di atas dari hasil pengamatan kami maupun dari buku Al Ustadz Al Thalibi.
Buat yang sudah lama “kecemplung” di Salafi sadar sajalah selagi masih ada waktu. Kalau ajal sudah sampai, kita tidak bisa apa-apa. Ajaran yang dikiranya “golongan selamat”, ternyata lebih dekat ke “kelompok sesat”. Nauzubillah mindzalik.
Kaum Salafi ini menuduh Imam Samudra, Amrozi, Mukhlas, Cs. sebagai Khawarij, sebab katanya suka mengkafirkan orang lain. Di peristiwa Poso kemarin Ust. Ja’far Umar Thalib menuduh Al Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan dai-dai MMI menghasut warga Poso agar mengkafirkan pemerintah. Biar pun sudah didamaikan oleh FUUI Bandung, antara Ja’far Thalib dan Ustadz Abu tetap berbeda jalan.
Tapi kalau membuka-buka lagi datanya, tidak sedikit tokoh-tokoh ustadz Salafi yang mengkafirkan umat Islam. Kami menemukan bukti TAKFIR itu, misalnya yang dilakukan oleh Ust. M. Arifin Badri, MA (kandidat doktor di Universitas Madinah), tokoh panutan Salafiyun Yogyakarta. Arifin Badri pernah bikin tulisan yang judulnya ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF (I & II), yakni tanggapam ilmiah terhadap komentar seseorang yang mengkritik Salafi yang namanya (Akhuna) Suripan di muslim.or.id, 9 dan 18 Januari 2006. Tanggapan Arifin Badri panjang juga ya, disitu dia banyak terpeleset/tersesat dengan mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas diucapkan orang-orang berilmu, sebagiannya berisi TAKFIR kepada umat Islam di luar kelompoknya (Salafiyun).
Mari kita lihat bersama-sama. Tengok ucapan-ucapan Arifin Badri yang tidak pantas diucapkan seorang muslim yang berilmu:

1. Arifin Badri: “Dan menurut akhuna (Suripan), mereka yang mengakui meniti manhaj salaf (salafiyyin) bak telah memiliki senjata tajam, dan ini adalah modal besar untuk berjihad dan beramal. Dan ini adalah pengakuan bahwa bila salafiyyun berhasil mengarahkan senjata tajamnya ini dengan baik dan benar, niscaya akan berhasil mengalahkan musuh. Tentu dari pengakuan ini tersirat pengakuan lain bahwa, selain mereka (salafiyyun) belum atau tidak memiliki senjata yang tajam, sehingga mana mungkin mereka dapat mengalahkan musuh bila senjatanya tumpul atau bahkan tidak memiliki senjata sama sekali. Atau bahkan yang dimilikinya (oleh selain salafiyun –pen) adalah racun yang ia anggap sebagai obat, sehingga bukannya sembuh dari penyakit yang ia derita, akan tetapi kebinasaanlah yang akan ia temui”. Maraji’: ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF Bagian I.
(Dari kami: Arifin menuduh apa-apa yang di tangan muslim non salafiyun sebagai racun yang membinasakan pemiliknya.). 

2. Arifin Badri: “Umat Islam mundur dan kalah bukanlah karena kekurangan pengikut, atau kalah dalam hal teknologi atau persenjataan. Akan tetapi sebab utamanya ialah apa yang telah saya jabarkan di atas, yaitu umat islam pada zaman ini berusaha mencari kemuliaan dari selain jalan Allah dan Rasul-Nya, dan mencampakkan jauh-jauh syariat yang telah diajarkan dalam Al Quran dan As Sunnah”. Maraji’: ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF Bagian I.
(Dari kami: Tuduhan pertama, Arifin menuduh umat Islam berbuat syirik karena mencari kemuliaan dari selain jalan Allah dan Rasul-Nya. Tuduhan kedua, Arifin menuduh umat Islam telah mencampakkan jauh-jauh Syariat yang diajarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Apa dua tuduhan ini bukan takfir?.).  

3. Arifin Badri: “Adapun musuh-musuh Islam dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka sebenarnya yang paling mereka takuti adalah orang-orang yang bertauhid dengan benar, dan senantiasa memerangi tindak kesyirikan dan bid’ah, oleh karena itu mereka dengan dana besar-besaran mendukung berbagai program kesesatan, dimulai dari seruan persatuan agama melalui JIL Paramadina, gerakan tasawuf melalui Zikir berjama’ah, Jama’ah Tabligh, dll. Ini semua mereka lakukan demi mencari budak-budak yang akan menjadi kambing hitam dalam menghancurkan kekuatan umat Islam”. Maraji’: ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF Bagian II.
(Dari kami: Kami setuju dengan Arifin Badri soal JIL Paramadina, tapi kami menolak tuduhan dia bahwa Zikir berjamaah (Arifin Ilham), Jamaah Tabligh, dll. yang masih lurus sebagai budak-budak yang dijadikan kambing hitam untuk menghancurkan Islam. Mana buktinya kalau mereka budak-budak orang kafir? Ayo Arifin Badri keluarkan bukti-buktimu sebelum kelak Allah menuntutmu! Perkataan macam begini tidak pantas dikeluarkan calon doktor Salafi.).  

4. Arifin Badri –sangat kasar sekali-: “Pendek kata, upaya menikam dan meruntuhkan berbagai gerakan dan manhaj yang tidak sesuai dengan manhaj Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam adalah metode berdakwah dan beragama yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan diwasiatkan oleh beliau kepada umatnya”. Maraji’: ANDA SALAH PAHAM MANHAJ SALAF Bagian I. 
(Dari kami: Pembohong besar kamu Arifin Badri! Mana wasiat Rasulullah agar menikam dan meruntuhkan berbagai gerakan dan manhaj dari umatnya sendiri? Tunjukkan dalilnya Arifin Badri! Rasulullah menyuruh kita buat dakwah dengan lemah-lembut, beri pelajaran baik-baik, berdebat dengan ihsan, beliau utus para dai/muballigh ke berbagai tempat dengan pesan-pesan agar dakwah dengan baik. Contoh, Muadz bin Jabal yang diutus dakwah ke Yaman. Sampai Nabi pesan ke Muadz supaya hati-hati dari doanya orang terzalimi, sebabnya doa begitu tidak ada hijab dengan Allah. Pesan-pesan Nabi bukan untuk menikam dan meruntuhkan umat beliau sendiri. Kamu telah dusta Arifin Badri atas nama Rasulullah!.). 
Kalau yang calon doktor dari Universitas Islam Madinah saja kayak M. Arifin Badri itu sikap & pemikirannya, apalagi buat salafi yang masih junior-junior? Mau jadi apa mereka nanti kok pemikirannya sesat seperti itu.
Gerakan Penyadaran Kaum Salafi (GPK-Salafi).
Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin

Sumber : http://myquran.org, Mei 2007

3 komentar:

  1. ini blog aneh, trutama postingan yg ini, ane udah brtahun2 mndengarkan kajian ceramah ust.arifin badri tpi tdk prnh ada yg sprti anda tuduhkan, klopun ada hnya mirip saja tpi tdk skasar dan selebai yg anda tulis, ini sudah dtmbah2i dan mnjadi fitnah kpada ust. arifin badri, bkn saya fanatik atau apa trhdap ust.arifin badri tpi tulisan anda mmang mngada2, krn saya jg slah satu mahasiswa beliau di slah satu prguruan tinggi islam di jatim dan jateng. tdk prnh ada statment2 beliau sprti yg anda tulis

    BalasHapus
  2. Begitulah Salafi .... bengis dan beringas ...

    BalasHapus
  3. Begitulah Salafi .... bengis dan beringas ...

    BalasHapus